BELAJAR ADALAH KEWAJIBAN

Tuesday, July 19, 2016

Kemunculan Neo Komunisme di Aceh

RANGKUMAN
MODERATOR

M. Nasir Zalba (Kepala Kesbangpol Aceh) menyatakan, sampai saat ini belum ada laporan adanya gejala neo komunis di Aceh dalam bentuk aksi-aksi seperti halnya di daerah lain di Indonesia. Namun demikian, Nasir Zalba tidak menafikan adanya pemikiran-pemikiran komunis pada masyarakat Aceh terutama kelompok muda. Hal tersebut tidak mungkin diantisipasi oleh pemerintah daerah karena gagasan dan ide tersebut biasanya jarang sekali teraktualisasi dalam tindakan dan aktivitas si pemikirnya. Pemikiran Nasir Zalba tersebut terungkap dalam Diskusi Publik dengan tema “Fenomena munculnya neo komunis di Indonesia: Mendeteksi gejala-gejala komunisme di Aceh dalam kurun waktu lima tahun terakhir”. Acara ini dilaksanakan oleh Prodi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry bekerjasama dengan Aceh Development Wacth (ADW), yang berlangsung di Aula Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry, pada kamis 26 Mei 2016, pukul 09.00 WIB sampai selesai. Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber, Kolonel Djonny Indrawan (Staf Ahli Kodam Iskandar Muda), Drs. M. Nasir Zalba (Kepala KesbangLinmas Aceh), dan Drs. Munir Aziz (Sejarawan Aceh). Masing-masing narasumber memaparkan materi tentang, (1) Gejala munculnya komunisme di Indonesia, (2) Pola antisipasi munculnya paham komunisme oleh Pemerintah Daerah, (3) Komunisme di Aceh dalam Perspektif Histories. Acara tersebut dipandu oleh Irwan Adaby, MA (Dosen Sosiologi Agama).
Menurut Nasir Zalba, Pemerintah Daerah melalui Kesbangpol Aceh telah melaksanakan berbagai program yang secara umum bertujuan memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan kepercayaan masyarakat lokal. Diakui Nasir Zalba, fokus pemerintah daerah pada program-program pembangunan infrastruktur di Aceh menyebabkan program-program pada penguatan mental dan penyadaran masyarakat tidak maksimal. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan fenomena kemunculan neo komunis yang telah terjadi di daerah lain juga bisa berkembang sampai di Aceh.
Sementara itu, Kolonel Djonny Indrawan (Staf Ahli Kodam Iskandar Muda) yang mewakili perspektif TNI, menyatakan komunisme adalah ajaran yang menghapus hak milik perorangan/pribadi, serta tidak mengakui adanya tuhan. Menurutnya banyak kisah pilu dan tragedi telah dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia, diantaranya pembantaian Masyarakat di Kota Solo dan pembunuhan sadis Pahlawan Revolusi pada 1965. Kolonel Djonny juga menegaskan  bahwa relasi antara umat Islam dan komunis tidak berjalan harmonis karena kepercayaan kelompok komunis yang anti tuhan. Kepercayaan ini, menurut Djonny sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan semua agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
Dalam pandangan Djonny, Komunisme sama halnya dengan ideology-ideologi pinggiran lainnya di dunia, yang sangat mudah mempengaruhi masyarakat terutama mereka yang lemah tingkat perekonomiannya. Karena itu, menguatkan kesejahteraan masyarakat merupakan langkah prioritas agar paham komunisme tersebut tidak berkembang.
Pemateri lainnya, Drs. Munir Aziz, M.Pd mengungkapkan perkembangan komunis di Aceh dalam perspektif sejarah. Menurutnya Partai Komunis Indonesia pernah berkembang di Aceh sejak tahun 1940 an dan berakhir pada tahun 1965. Bahkan beberapa tokoh utama komunis Aceh berasal dari orang Aceh itu sendiri. Pada tahun 1963, seorang tokoh komunis Aceh memobilisasi massa secara besar-besaran di Kota Sigli dan mengkritik kepemimpinan umum di Aceh yang menurutnya tidak berpihak pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat kecil. Kritik keras itu menyulut reaksi dari kelompok-kelompok pendukung para pemimpin tersebut, sehingga sang tokoh komunis di penjara karena divonis bersalah oleh para hakim. Begitu berkesannya proses persidangan sang tokoh, sehingga naskah pembelaannya dalam pengadilan dijadikan sebagai bahan bacaan wajib bagi kader-kader PKI di Aceh saat itu.
Namun setelah tahun 1965, PKI dan para tokohnya berhasil dihancurkan oleh TNI dan Rakyat Umum. Pemusnahan PKI di Aceh relative berlangsung cepat karena golongan rakyat yang anti PKI lebih dominan dibandingkan dengan anggota PKI itu sendiri. selain itu, benturan antara PKI dengan golongan ulama pada periode sebelumnya mempercepat proses hancurnya PKI, meski saat itu, kepemimpinan di Aceh tidak lagi berada pada golongan ulama
Para peserta menyambut antusias kegiatan tersebut, karena menurut mereka ideologi komunis tidak benar dalam pandangan Islam. menurut mereka, fenomena munculnya neo komunis di berbagai daerah di Indonesia sangat menguatirkan umat Islam tidak terkecuali di Aceh. Mereka berharap pemerintah merespon fenomena ini agar para pemuda Islam tidak terpengaruh oleh ide-ide komunisme.


No comments:

Post a Comment