RANGKUMAN
MODERATOR
M. Nasir Zalba (Kepala Kesbangpol Aceh)
menyatakan, sampai saat ini belum ada laporan adanya gejala neo komunis di Aceh
dalam bentuk aksi-aksi seperti halnya di daerah lain di Indonesia. Namun
demikian, Nasir Zalba tidak menafikan adanya pemikiran-pemikiran komunis pada
masyarakat Aceh terutama kelompok muda. Hal tersebut tidak mungkin diantisipasi
oleh pemerintah daerah karena gagasan dan ide tersebut biasanya jarang sekali
teraktualisasi dalam tindakan dan aktivitas si pemikirnya. Pemikiran Nasir
Zalba tersebut terungkap dalam Diskusi Publik dengan tema “Fenomena munculnya neo komunis di Indonesia: Mendeteksi
gejala-gejala komunisme di Aceh dalam kurun waktu lima tahun terakhir”. Acara ini
dilaksanakan oleh Prodi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Ar-Raniry bekerjasama dengan Aceh Development Wacth (ADW), yang berlangsung di
Aula Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry, pada kamis 26 Mei 2016, pukul 09.00 WIB
sampai selesai. Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber, Kolonel Djonny
Indrawan (Staf Ahli Kodam Iskandar Muda), Drs. M. Nasir Zalba (Kepala
KesbangLinmas Aceh), dan Drs. Munir Aziz (Sejarawan Aceh). Masing-masing
narasumber memaparkan materi tentang, (1) Gejala munculnya komunisme di
Indonesia, (2) Pola antisipasi munculnya paham komunisme oleh Pemerintah
Daerah, (3) Komunisme di Aceh dalam Perspektif Histories. Acara tersebut
dipandu oleh Irwan Adaby, MA (Dosen Sosiologi Agama).
Menurut Nasir Zalba, Pemerintah Daerah melalui
Kesbangpol Aceh telah melaksanakan berbagai program yang secara umum bertujuan
memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang kehidupan berbangsa, bernegara
dan beragama yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan kepercayaan
masyarakat lokal. Diakui Nasir Zalba, fokus pemerintah daerah pada
program-program pembangunan infrastruktur di Aceh menyebabkan program-program
pada penguatan mental dan penyadaran masyarakat tidak maksimal. Karena itu,
tidak tertutup kemungkinan fenomena kemunculan neo komunis yang telah terjadi
di daerah lain juga bisa berkembang sampai di Aceh.
Sementara itu, Kolonel Djonny Indrawan (Staf
Ahli Kodam Iskandar Muda) yang mewakili perspektif TNI, menyatakan komunisme
adalah ajaran yang menghapus hak milik perorangan/pribadi, serta tidak mengakui
adanya tuhan. Menurutnya banyak kisah pilu dan tragedi telah dilakukan oleh
Partai Komunis Indonesia, diantaranya pembantaian Masyarakat di Kota Solo dan
pembunuhan sadis Pahlawan Revolusi pada 1965. Kolonel Djonny juga
menegaskan bahwa relasi antara umat
Islam dan komunis tidak berjalan harmonis karena kepercayaan kelompok komunis
yang anti tuhan. Kepercayaan ini, menurut Djonny sangat tidak sesuai dengan
nilai-nilai pancasila dan semua agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
Dalam pandangan Djonny, Komunisme sama halnya
dengan ideology-ideologi pinggiran lainnya di dunia, yang sangat mudah
mempengaruhi masyarakat terutama mereka yang lemah tingkat perekonomiannya.
Karena itu, menguatkan kesejahteraan masyarakat merupakan langkah prioritas
agar paham komunisme tersebut tidak berkembang.
Pemateri lainnya, Drs. Munir Aziz, M.Pd
mengungkapkan perkembangan komunis di Aceh dalam perspektif sejarah. Menurutnya
Partai Komunis Indonesia pernah berkembang di Aceh sejak tahun 1940 an dan
berakhir pada tahun 1965. Bahkan beberapa tokoh utama komunis Aceh berasal dari
orang Aceh itu sendiri. Pada tahun 1963, seorang tokoh komunis Aceh
memobilisasi massa secara besar-besaran di Kota Sigli dan mengkritik
kepemimpinan umum di Aceh yang menurutnya tidak berpihak pada kepentingan dan
kebutuhan masyarakat kecil. Kritik keras itu menyulut reaksi dari
kelompok-kelompok pendukung para pemimpin tersebut, sehingga sang tokoh komunis
di penjara karena divonis bersalah oleh para hakim. Begitu berkesannya proses
persidangan sang tokoh, sehingga naskah pembelaannya dalam pengadilan dijadikan
sebagai bahan bacaan wajib bagi kader-kader PKI di Aceh saat itu.
Namun setelah tahun 1965, PKI dan para tokohnya
berhasil dihancurkan oleh TNI dan Rakyat Umum. Pemusnahan PKI di Aceh relative
berlangsung cepat karena golongan rakyat yang anti PKI lebih dominan
dibandingkan dengan anggota PKI itu sendiri. selain itu, benturan antara PKI
dengan golongan ulama pada periode sebelumnya mempercepat proses hancurnya PKI,
meski saat itu, kepemimpinan di Aceh tidak lagi berada pada golongan ulama
Para peserta menyambut antusias kegiatan
tersebut, karena menurut mereka ideologi komunis tidak benar dalam pandangan
Islam. menurut mereka, fenomena munculnya neo komunis di berbagai daerah di
Indonesia sangat menguatirkan umat Islam tidak terkecuali di Aceh. Mereka
berharap pemerintah merespon fenomena ini agar para pemuda Islam tidak
terpengaruh oleh ide-ide komunisme.
No comments:
Post a Comment