MANAJEMEN
PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Zainal Abidin
27153192-2
Mahasiswa Pasca
Sarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh
ABSTARK
Lembaga keuangan syariah merupakan
lembaga penghubung (intermediary)
antara orang yang kelebihan dana dengan orang yang membutuhkan dana. Dalam
mendapatkan dana lembaga keuangan melakukan kegiatan dengan cara menghimpun
dana dari masyarakat, penghimpunan
dana yang digunakan dalam lembaga keuangan syariah ada dua yaitu dengan prinsip
wadiah dan prinsip mudharabah. kemudian dikelola dan disalurkan dengan prinsip equity Financing dan Debt Finacing. Dalam melakukan
penghimpunan dan penyaluran, lembaga keuangan syariah (bank islam) sangat
melihat aspek syari’i, sehingga tidak ada pihak yang terzalimi.
Kata Kunci: Lembaga Keuangan Syariah, Penghimpunan dan Penyaluran
A.
Latar Belakang
Bisnis di dunia modern sekarang yang paling
banyak dibutuhkan kehadirannya adalah lembaga perbankan. Dikarenakan fungsi
dari lembaga tersebut yaitu sebagai pengumpul, Pengelola dan penyalur dana
dalam menunjang pertumbuhan ekonomi masyrakat dalam sebuah Negara. Sebagai
lembaga penghimpun dan penyalur dana, lembaga ini mampu menggerakkan roda
perekonomian rakyat, baik untuk pengusaha swasta atau kalangan pengusaha
ditingkat masyarakat menengah.[1]
Sebagai lembaga yang berorientasi kepada
bisnis, lembaga keuangan melakukan berbagai kegiatan dalam mengumpulkan dana
dari masyarakat kemudian menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan, kredit atau
memberi pinjaman kepada masyarakat, sehingga dengan cara tersebut pihak dari
lembaga keuangan dan pemilik dana (masyarakat) sama-sama mendapatkan
keuntungan.[2]
Tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan dananya/hartanya
untuk mendapatkan keuntungan, oleh sebab itu dibutuhkan sebuah lembaga
perantara yang menghubungkan antara orang yang surplus dengan yang membutuhkan (defisit) dana (pengusaha), sehingga dana
tersebut bisa dimanfaatkan secara produktif baik individu maupun kelompok.[3]
Dasar
utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana
maupun penyaluran dana. Masyarakat akan menitipkan dananya di bank apabila
dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan
disalahgunakan oleh
bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada
saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank.
Pihak bank sendiri akan menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitor atau
masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa
debitor tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitor akan mengelola dana
pinjaman dengan baik, debitor akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat
jatuh tempo dan debitor mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman
beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. Dalam hal ini saling percaya
merupakan hal yang sangat diutamakan, antara nasabah dengan perusahaan atau
sebaliknya.
Bank adalah lembaga perantara keuangan atau
disebut dengan financial intermiadiary[4].
Lembaga Keuangan Syariah (Bank Islam) adalah lembaga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan
jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam, khususnya yang menyangkut
tata cara bermuamalat secara Islam dengan menjauhi praktik-praktik yang
dikhawatirkan mengandung unsur riba.[5]
B.
Metode Pembahasan
Dalam
hal ini penulis mencoba menganalisis Bagaimana Manajemen penghimpunan, dan
pembiayaan pada Bank Syariah sehingga dana yang terserap kepada masyarakat
memberi manfaat baik di dunia maupun akhirat, sehingga tujuan falah yang diharapkan dapat tercapai.
C.
Pembahasan
Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja
aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan dan kemenangan. Dalam
pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan
kemenangan dalam hidup. Istilah falah menurut Islam diambil dari kata Al-Qur’an,
misalnya dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran disebut dengan kata muflihun[6]
yang dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akhirat, sehingga
tidak hanya memandang aspek material, tetapi juga spiritual.
Kekayaan materi dalam Islam merupakan bagian yang
sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Islam tidak menghendaki umatnya
hidup dalam ketertinggalan dan keterbelakangan ekonomi dan juga tidak
mengharapkan umatnya menjadi mesin ekonomi yang melahirkan budaya materialism. Islam
memberikan pedoman dalam kehidupan agar menganut prinsip keseimbangan antara
rohani dan jasmani, antara spiritual dan materialism, individu dan sosial,
duniawi dan ukhrawi.[7]
1.
Manajemen Dana Bank Syariah
Manajemen dalam hal ini
yaitu proses penentuan melalui pelaksanaan empat fungsi seperti yang
dikemukakan oleh George Terry[8] yaitu; Planning
(Perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating
(pergerakan), dan controlling (pengawasan dan pengendalian).
Secara etimologi manajemen
berarti seni melaksanakan dan mengatur. Pembiayaan diartikan sebagai suatu
kegiatan pemberian fasilitas keuangan/finansial yang diberikan satu pihak
kepada pihak lain untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang
telah direncanakan. Bank syariah adalah lembaga perantara keuangan yang
melakukan pembiayaan yang merupakan salah satu tugas memberikan fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit[9].
Manajemen dana bank syari’ah adalah upaya yang
dilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam mengelola
atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk
disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank
yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas,[10]
rentabilitas dan solvabilitasnya[11].
Jadi, Manajemen Pembiayaan
Bank Syariah adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya yang dilakukan oleh Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dalam hal pemberian
fasilitas keuangan/finasial yang kepada pihak lain berdasarkan prinsip-prinsip
syariah untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah
direncanakan[12].
Bank syari’ah dirancang
untuk melakukan fungsi pelayanan sebagai lembaga keuangan bagi para nasabah dan
masyarakat. Untuk itu, bank syari’ah harus mengelola dana yang dapat
digolongkan sebagai berikut:
1.
Kekayaan bank syari’ah dalam bentuk:
a)
Kekayaan yang menghasilkan (Aktiva Produktif)
yaitu pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana dibank atau investasi lain
yang menghasilkan pendapatan.
b)
Kekayaan yang tidak menghasilkan yaitu kas dan
investasi (harta tetap).
2.
Modal bank syari’ah berasal dari:
a)
Modal sendiri yaitu simpanan pendiri (modal),
cadangan dan hibah, infaq/shadaqah.
b)
Simpanan/hutang dari pihak lain.
3.
Pendapatan usaha keuangan bank syari’ah berupa
bagi hasil atau mark up dari pembiayaan yang diberikan dan
biaya administrasi serta jasa tabungan bank syari’ah di bank.
4.
Biaya yang harus dipikul oleh bank syari’ah
yaitu biaya operasi, biaya gaji, manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan
nasabah penabung.
Dalam hal ini Bank Syariah mempunyai manajemen yang
tujuan sebagai berikut:
1.
Memperoleh profit yang optimal
2.
Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai
3.
Menyimpan cadangan
4.
Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi
dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara
dana-dana orang lain dan;
5.
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.[13]
Sumber-Sumber
Dana Bank
Kebutuhan akan dana merupakan kendala bagi setiap
perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Semua perusahaan membutuhkan
dana/modal untuk membiayai kegiatan usaha.[14]
Modal merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam kegiatan ekonomi, tanpa modal segala kegiatan roda ekonomi akan berhenti.
Syariat Islam memberikan beberapa petunjuk dalam menggunakan modal dengan
berpegang teguh kepada prinsip keadilan, keseimbangan dan menginvestasikan
modal kepada jalan kebaikan dengan tanpa merugikan orang lain.[15]
Dalam melakukan penghimpunan dana masyarakat,
Bank Konvensional dan bank Syariah mempunyai perbedaan paradigma mendasar dari
masyarakat, Yaitu :
-
Masyarakat menyerahkan dananya pada Bank
Konvensional dimaksudkan untuk menabung dan mengamankan dananya dari
kemungkinan dari hal-hal yang tidak diinginkan disamping mengharapkan bunga
dari dana yang disimpan.
-
Pada Bank Syariah, tujuan masyarakat
menyerahkan dananya selain untuk diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan, juga
akan mendapatkan pembagian hasil berdasarkan nisbah yang ditetapkan.[16]
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional
prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu
prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.[17] Prinsip
wadiah dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana
berupa giro dan tabungan. Kedua produk ini digunakan dengan menggunakan akad
al-wadiah yaitu giro wadiah dan tabungan wadiah.[18]
Giro syariah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional
telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah
adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.[19]
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek/bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.[20]
Sumber dana bank syari’ah dihimpun dari
beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Modal inti (core capital)
Modal inti adalah dana modal sendiri yaitu dana
yang berasal dari para pemegang saham bank, yaitu pemilik bank. Pada umumnya
dana modal inti terdiri dari:
a.
Modal yang disetor oleh para pemegang saham,
sumber utama dari modal perusahaan adalah saham.
b.
Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak
dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian
hari.
c.
Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang
seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang
saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam
kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana
modal lebih lanjut.[21]
2.
Kuasi ekuitas (mudharabah account)
Bank
menghimpun dana berbagai hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu
akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul mal) dengan pengusaha
(mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana
tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang
diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang
telah disepakati sebelumnya.
3.
Titipan (wadi’ah) atau simpanan
tanpa imbalan (non remunerated deposit)
Wadi’ah merupakan
titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.[22] Dana
titipan (wadi’ah) ini dikembangkan dalam bentuk rekening giro Wadi’ah dan
rekening tabungan wadi’ah.[23]
Secara umum umum terdapat dua jenis wadi’ah,
yaitu:[24]
1)
Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee
Depository), jenis ini mempunyai karakteristik:
-
Harta atau benda yang dititipkan tidak boleh
dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan;
-
Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai
penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang
dititipkan tanpa mengambil manfaatnya
-
Sebagai kompensasi, penerima titipan
diperkenankan untuk membebankan biaya (fee) kepada yang menitipkan.
2)
Wadiah Yad adh- Dhamanah (Guarantee
Depository), akad ini diterapkan dalam penghimpunan dana pihak ketiga
antara lain giro dan tabungan[25].
Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
-
Harta yang dititipkan diperbolehkan untuk
dimanfaatkan oleh penyimpan
-
Apabila ada hasil dari harta penitipan
tersebut, maka akan menjadi hak peminjam.
Tujuan dari kegiatan penghimpunan dana adalah
untuk memperbesar modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan pembiayaan
sehingga nantinya dapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.
Dalam hal penghimpunan dana, bank harus selalu
aktif untuk melihat kondisi mayarakat dalam menabung, dikarenakan masih ada
masyarakat yang belum memahami dan mengetahui tentang prinsip-prinsip yang ada
diperbankan syariah. dikarenakan faktor yang mempengaruhi ketertarikan akan
minat masyarakat dan mendorong masyarakat untuk menyimpan dananya di Bank
Syariah adalah pengetahuan nasabah tentang bank syariah itu sendiri. Selama ini
masyarakat masih menganggap bahwa bank syariah sama dengan bank konvensional.
2.
Manajemen Pengelolaan/Penyaluran
Dalam melakukan kegiatan penyaluran dana, bank
syari’ah dapat melakukannya dengan cara memberikan pembiayaan, dimana
pembiayaan ini merupakan salah satu tugas pokok bank untuk mendapatkan keuntungan.
Menurut sifat pengunaannya, pembiayaan dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
1.
Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2.
Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produksi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
a)
Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk
memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi baik secara kuantitatif, yaitu
jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas
atau mutu hasil produksi; dan (b) untuk keperluan perdagangan.
b)
Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya
dengan investasi sendiri.[26]
Bank syari’ah dalam membantu memenuhi kebutuhan
modal kerja bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan
partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul
mal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha atau pengelola (mudharib).
Pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah. Adapun keuntungan
transaksi jenis ini adalah bagi hasil/rugi dari pengelolaan dana tersebut.
Dengan cara ini, bank syari’ah dan pengusaha membagi
resiko usaha yang saling menguntungkan dan adil. Agar bank syari’ah dapat
berperan aktif dalam kegiatan usaha dan mengurangi kemungkinan risiko,
seperti moral hazard (jebakan moral), maka bank dapat memilih
untuk menggunakan akad musyarakah.[27]
Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan
dipantau maka untuk pembiayaan investasi bank syari’ah menggunakan musyarakah
mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan dengan prinsip
penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan pemilik
perusahaan akan mengambil alih usaha tersebut.
Skema lain yang dapat digunakan oleh bank
syari’ah adalah al-ijarah al-muntahiya bit-tamlik, yaitu
menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri dengan kepemilikan.
3.
Manajemen Pembiayaan(Financing)
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan
yang dipersamakan dengan transaksi jual beli dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, traksaksi jual beli dalam
bentuk piutang murabahah, salam dan istishna, transaksi piutang qardh
dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah.[28]
Penyaluran Dana pada perbankan syariah dapat
dikategorikan kedalam 2 (dua) bentuk, yaitu :[29]
1.
Equity Financing
Bentuk ini terbagi kedalam bentuk skim mudharabah muthlaqah/muqayyadah.
a.
Al-Mudharabah
Dalam hal Mudharabah ini bank merupakan penyandang
dana dan nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). Fasilitas
ini diberikan dalam jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara
per periodic dengan nisbah yang sudah disepakati. Setelah jatuh tempo, maka
nasabah mengembalikan sejumlah dana beserta porsi bagi hasil yang merupakan
bagian dari bank.
Didalam
pelaksanaan kontrak pihak bank tidak dibenarkan meletakkan jaminan, karena ia
bukan bersifat utang, tetapi ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan
antara bank dengan nasabah.
b.
Al-Musyarakah
Musyarakah
merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai sebuah proyek, keuntungan dar
proyek tersebut akan dibagikan menurut persentase yang disetujui/disepakati
pada awal kontrak, dan apabila mengalami kerugian maka akan ditanggung bersama
oleh para pemegang saham. Dalam kontrak ini bank tidak dibolehkan memberatkan
nasabah dengan dengan persyaratan anggunan karena kontrak ini adalah akad kerja
sama, bukan kontrak hutang piutang. Kesalahan pada pembebanan jaminan
menyebabkan kontrak menjadi fadad.[30]
2.
Debt Financing
Debt financing dalam teori
meliputi objek-objek berupa pertukaran
antara barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan
barang dan uang dengan uang. Pertukaran ini bisa menyebabkan riba. Namun dalam
perbankan syariah dimaksudkan pertukaran tersebut adalah pertukaran uang dengan
uang (sharf) yang dimaksudkan dalam bidang jasa pertukaran uang, yang
mensyaratkan langsung tanpa penundaan pembayaran. Dalam perbankan syariah
digunakan dua objek lain yaitu pertukaran antara barang dengan uang dan uang
dengan barang.[31]
a.
Barang dengan uang
Pertukaran ini
dapat dilakukan dengan skim jual beli (Bai’) ataupun sewa menyewa (ujrah). Yang
termasuk skim jual beli ini adalah :
· Bai’
al-Murabahah, yaitu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus menentukan suatu
tingkatan keuntungan sebagai tambahannya. Margin keuntungan adalah selisih
harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapatan bank.[32]
· Bai’ Bithaman Ajil
yaitu bentuk atau prinsip jual beli dengan cara penangguhan atau secara
angsuran (al-Taqsid).
b.
Uang dengan barang
Pertukaran ini
dilakukan dengan cara :
· Bai’
As-Salam
(In–Front Payment Sale) yaitu menjual barang yang penyerahan barang
tersebut ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara
jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hari.[33]
· Bai’
al-Istisna (Istisna Sale) yaitu akad jual beli antara pemesan/pembeli
dengan penjual dimana barang yang akan diperjual belikan harus dibuat manufactured
lebih dahulu dengan kriteria yang jelas.[34]
Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syariah
memenuhi aspek syar’i dan aspek ekonomi. Yang dimaksud dengan aspek syar’i
adalah setiap realisasi pembiayaan kepada nasabah, bank syariah harus tetap
berpedoman kepada syariat Islam (antara lain tidak mengandung unsur maisir,
gharar, dan riba serta bidang usahanya harus halal. Adapun yang dimaksud dengan
aspek ekonomi adalah mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi bank
syariah maupun bagi nasabah.[35]
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi
bank syariah.Tujuan pembiayaan yang dilaksanakan perbankan syariah terkait
dengan stakeholder, yakni[36]:
1.
Pemilik.
Dari sumber pendapatan diatas, para pemilik
mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank
tersebut.
2.
Pegawai.
Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh
kesejahteraan dari bank yang dikelolanya.
3.
Masyarakat.
a)
Pemilik dana; masyarakat sebagai pemilik dana
mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil.
b)
Debitur yang bersangkutan; dengan penyediaan
dana baginya mereka merasa terbantu guna menjalankan usahanya (sektor
produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan
konsumtif).
c)
Masyarakat umumnya konsumen; dengan pembiayaan
mereka dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.
4.
Pemerintah.
Pemerintah terbantu dalam pembiayaan
pembangunan negara, disamping itu akan diperoleh pajak.
5.
Bank.
Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari
penyaluran pembiayaan diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan
usahanya agar tetap survival dan meluaskan jaringan usahanya, sehingga semakin
banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.
1.
Surat permohonan pembiayaan
Dalam surat
permohonan, berisikan jenis pembiayaan yang diminta nasabah, untuk berapa lama,
berapa limit yang diminta, serta sumber pelunasan pembiayaan berasal dari mana.
Disamping itu, surat di atas dilampiri dengan dokumen pendukung, antara lain:
identitas pemohon, legalitas (akta pendirian atau perubahan, surat keputusan
menteri, perizinan-perizinan), bukti kepemilikan agunan (jika diperlukan).
2.
Proses evaluasi
Dalam
penilaian suatu permohonan, bank syariah tetap berpegang pada prinsip
kehati-hatian serta aspek lainnya, sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil
analisis yang cermat dan akurat.
Langkah
pengamanan yang dilakukan bank syariah untuk mengendalikan terjadinya
pembiayaan bermasalah dapat dilakukan sebagai berikut:[38]
· Sebelum
realisasi pembiayaan
Dalam tahapan
ini, bank melakukan penutupan asuransi dan/atau pengikatan agunan (jika
diperlukan). Setelah ini selesai, baru pembiayaan dapat dicairkan.
· Setelah
realisasi pembiayaan
Dalam tahap
awal pencairan, dana diarahkan pada pembiayaan sebagaimana diajukan dalam
permohonan atau persetujuan bank, dan jangan sampai “bocor” dalam arti lari ke
hal-hal diluar kesepakatan. Selanjutnya, bank melakukan pembinaan dan kontrol
atas aktivitas bisnis nasabah.
Prinsip-Prinsip Pemberian Pembiayaan
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan
bank syariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip
utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia
perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S, yaitu:[39]
1.
Character
Yaitu penilaian
terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan
untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi
kewajibannya.
2.
Capacity
Yaitu penilaian
secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima
pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana
usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
3.
Capital
Yaitu penilaian
terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang
diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio
finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
4.
Collateral
Yaitu jaminan
yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih
meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka
jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
5.
Condition
Bank syariah
harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat
adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima
pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses
berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
6.
Syariah
Penilaian ini
dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai benar-benar usaha
yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak
boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah.”
Secara teoritis bahwa yang terpenting pertama
adalah karakter dari nasabah calon penerima pembiayaan (nasabah debitur),
karena jika karakternya baik, sekalipun kondisinya buruk, nasabah debitur akan
tetap berusaha serius dan dengan jujur mengembalikan dana pembiayaan yang telah
disepakati dalam perjanjian. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada
kenyataannya jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang
disalurkan oleh bank. Disamping itu keberadaan agunan menjadi sangat penting,
dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank, yaitu bahwa dana
bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya harus dilindungi
dan digunakan dengan sangat hati-hati (trust and prudential).
D.
KESIMPULAN
Perbankan adalah lembaga yang bergerak dalam hal penghubung
antara orang yang surplus uang dengan
orang yang defisit uang. Perbankan
syariah hadir ditengah-tengah masyarakat diharapkan menjadi lembaga yang mampu
menggerakkan perekonomian suatu masyrakat, sehingga pengangguran dan kemiskinan
bisa terkurangi. Tugas utama perbankan adalah menghimpun dan menyalurkan dana
kepada masyarakat, dikarenakan dana yang ada pada perbankan merupakan dana dari
masyarakat, maka bank harus sangat hati-hati dalam menyalurkannya, sehingga
dana yang disalurkan tepat sasaran sehingga nasabah dan perbankan sama-sama
mendapatkan keuntungan dan tidak menimbulkan gharar, judi, maisir dan riba, sehingga ridha dari Allah Swt
sama-sama diperolehi.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan. Hukum Ekonomi Syariah, dalam perspektif
Kewenangan Peradilan Agama. Kencana. Jakarta. 2012
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Ali
Hasan. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam-Fiqh Muamalah, PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 2003
Ascarya, Akad
& Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008
Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syariah di Indonesia, Edisi Revisi. Cet.4. Kencana, Jakarta. 2007
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Edisi Revisi. PT. Raja
Grafindo Persada Jakarta. 2013.
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah. PT.Raja Grafindo
Persada Jakarta. 2014.
_________, Manajemen
Dana Bank Syariah, Edisi I. Yogyakarta: Ekonisia, 2004
__________, Manajemen
Perbankan Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005
Solly Lubis, Dimensi-dimensi Manajemen Pembangunan, CV
Mandar Maju. Bandung. 1996
Syafi’i
Antonio, Muhammad, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta,
2001
Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005
Riyanto Bambang. Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE, 2001
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen
Bank Syari’ah, Jakarta: Alvabeta bekerjasama dengan Tazkia
Institut, 2002
http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/faktor-yang-mempengaruhi-ketertarikan-terhadap
-keberadaan-bank-syariah/
diakses Tanggal 1 Desember 2016
http://joernalakuntansi.wordpress.com/penyampaian-informasi-keuangan-dan-non-keuangan-bank-syariah/ diakses tanggal. 28 November 2016.