BELAJAR ADALAH KEWAJIBAN

Tuesday, August 30, 2016

ILMU PENGETAHUAN DAN BERFIKIR ILMIAH

RESUME
Mata Kuliah    : Metodologi Kajian Islam
Nama              : Zainal Abidin


ILMU PENGETAHUAN DAN
BERPIKIR ILMIAH

Ilmu Pengetahuan Ilmiah adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan mengolah atau memikirkan realita yang berasal dari luar diri manusia secara ilmiah, yakni dengan menerapkan Metode Ilmiah.
Contoh:
Kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek/lapangan), yang merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal / kejadian itu. 

Dalam mempelajari dan memahami sebuah ilmu maka perlu terlebih dahulu kita mengenal dan memahami dengan baik objeknya. Hakikat ilmu, berarti intisari, dasar atau kenyataan yang sesungguhnya atau sebenarnya dari sesuatu yang bernama ilmu. Ketika kita belajar Pelajaran: Pendidikan Bahasa, Matematika dan Statistika kita hanya terfokus kepada yang bersifat teknis, tetapi jarang kita melihat dan lupa memahami kaitan ketiga bidang ilmu tersebut, dan bahkan kita gagal dalam meletakkan ketiga pengetahuan tersebut dalam kerangka keilmuan secara keseluruhan. Kegagalan itu menyebabkan munculnya “tirani ketidaktahuan”. Seperti meletakkan hasil analisis statistika sebagai pemberi kata akhir dari upaya keilmuan untuk menemukan kebenaran.
Sering ditemukan para peneliti menyimpulkan hasil penelitiannya semata-mata  kepada proses atau hujah dari pengetahuan atau bukti yang ditemukan dari hasil penelitiannya. Dikarena tirani ketidaktahuan tersebut, memaksa seseorang untuk percaya kepada kebenaran atas dasar kesimpulan tersebut, sehingga kajian/penelitian tersebut yang bersifat ilmiah rasional berkembang dan berubah menjadi rsionalisasi.
Dalam meletakkan ilmu dalam perspektif yang sebenarnya maka pengetahuan mengenai hakikat merupakan suatu keharusan yang mutlak perlu.



RUANG LINGKUP HAKIKAT ILMU
Hakikat adalah wujud dari sifat, ciri dan fungsi wujud tersebut. Hakikat terbagi kepada dua:
1.     Hakikat Internal yaitu melihat kedalam perwujudan itu sendiri, memilah-milah bagiannya dan menemukan keberadaan wujud tersebut.
2.     Hakikat Eksternal yaitu melatakkan keberadaan suatu wujud kedalam jalinan wujud yang lain.

KEGIATAN BERPIKIR ILMIAH
Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.  Sedangkan Ilmiah yakni bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah berpikir rasional dan berpikir empiris. Bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara objektif, karena didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara mendalam, berkat penalaran dan analisa yang tajam. Berpikir rasional adalah berpikir menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan berpikir empiris berpikir dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau fakta nyata yang terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indera manusia.

Ciri-ciri Berpikir Ilmiah
a)      Pendapat atau tindakannya melalui penelitian
b)      Pendapatnya sesuai kebenaran
c)      Terdapat data-data atau bukti dalam menunjukkan hasilnya
d)      Tidak berdasarkan perkiraan atau hanya sekedar pendapat

 Manfaat Berfikir Ilmiah
a)      Seseorang yang selalu berpikir ilmiah tidak akan mudah percaya terhadap sesuatu
b)      Pendapatnya akan dapat dipercaya dan diterima orang lain
c)      Dalam memecahkan masalah tidak dengan emosi.



Komponen-Komponen Berpikir Ilmiah
Pengertian Kerangka Berpikir adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejala yang menjadi objek permasalahan kita. Kerangka berpikir iini disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan atau terkait. Kerangka berpikir ini merupakan suatu argumentasi kita dalam merumuskan hipotesis. Dalam merumuskan suatu hipotesis, argumentasi kerangka berpikir menggunakan logika deduktif (untuk metode kuantitatif) dengan memakai pengetahuan ilmiah sebagai premis premis dasarnya.
Kerangka berpikir ini merupakan buatan kita sendiri, bukan dari buatan orang lain. Dalam hal ini, bagaimana cara kita berargumentasi dalam merumuskan hipotesis. Argumentasi itu harus membangun kerangka berpikir sering timbul kecenderungan bahwa pernyataan-pernyataan yang disusun tidak merujuk kepada sumber keputusan, hal ini disebabkan karena sudah habis dipakai dalam menyusun kerangka teoritis. Dalam hal menyusun suatu kerangka berpikir, sangat diperlukan argumentasi ilmiah yang dipilih dari teori-teori yang relevan atau saling terkait. Agar argumentasi kita diterima oleh sesama ilmuwan, kerangka berpikir harus disusun secara logis dan sistematis.

Kerangka berpikir yang meyakinkan hendaklah memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut.
1.     Teori yang digunakan dalam berargumentasi hendaknya dikuasai sepenuhnya serta mengikuti perkembangan teori yang muktahir.
2.     Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan yang diarahkan kepada cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut harus disebutkan secara tersurat semua asumsi, prinsip atau postulat yang mendasarinya.

Penyusunan kerangka berpikir dengan menggunakan argumentasi-argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan ini akhirnya melahirkan suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut yang menjadi rumusan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap pemecahan masalah penelitian kita.


Beberapa kesalahan umum dalam menggunakan landasan teori, yaitu :
1.     Peneliti melakukan pengkajian ulang secara tergesa-gesa terhadap kepustakaan semenjak dimulainya proses penelitian. Hasil-hasil yang diperoleh ini mengabaikan semua studi-studi sebelumnya yang telah dikembangkan penelitiannya.
2.     Peneliti terlalu mengandalkan sumber-sumber data sekunder.
3.     Peneliti hanya memusatkan perhatian kepada penemuan-penemuan penelitian yang dibacanya di dalam artikel penelitian atau jurnal penelitian, sehingga menghiraukan informasi berharga. Contohnya : metode-metode pengukurannya dan sebagainya.
4.     Peneliti mengabaikan hasil hasil penelitian maupun teori teori yang terdapat dalam suarat kabar atau majalah populer.
5.     Gagal menetapkan batas batas masalah dalam menerapkan penggunaan kepustakaan.
6.     Mencatat data biografi yang tidak benar dan tidak dapat dipakai sebagai referensi yang sebenarnya dibutuhkan.
7.     Terlalu banyak mencatat bahan bahan bacaan yang sebenarnya tidak relevan dengan masalah yang diteliti. Peneliti belum dapat memilih yang mana informasi dibutuhkan dan yang mana tidak dibutuhkan.

PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI KALANGAN MUSLIM
Kemorosotan metode penyelidikan induktif merupakan factor terpenting dan terkuat terhadap kerutuhan kaum muslim dikarenakan  metode induktif  terdapat beberapa factor penting yaitu :
1.     Metode induktif lebih dapat menemukan kenyataan yang kompleks yang terdapat dalam data.
2.     Metode induktif lebih dapat membuat hubungan antara peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan dipertimbangkan.
3.     Metode induktif lebih dapat memberikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada latar lainnya.
4.     Metode induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan.
5.     Metode deduktif memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari setuktur analitik.
Al-Qur’an sangat menekankan kepada kaum Muslim untuk selalu merenungkan tentang gejala-gejala dan hukum Alam, seperti :“Apakah mereka tidak melihat bagaimana awan itu diciptakan? Dan Langit bagaimana itu di tinggikan? Dan gunung bagaimana ditegakkan? Dan Bumi bagaimana dibentangkan? Dan lagi sesungguhnya dalam terciptanya langit dan bumi, dan silih berganti siang dan malam adalah pertanda bagi mereka yang berakal.
Al-Qur’an mendorong kaum yang beriman untuk meneliti tentang Alam, merenungkan dengan menggunakan akal budi sebaik mungkin, dan berusaha memperoloeh ilmu pengetahuan dan pemahaman ilmiah sebagai bagian dari hidup masyarakat.
Mencari ilmu pengetahuan adalah wajib bagi umat muslim, dan dalam mencari ilmu pengetauan tidaklah terbatas pada usia karena semboyannya “Menuntut Ilmu dari Ayunan sampai keliang lahat”
Sejarah perkembangan intelektual muslim pada masa yang disebut Harun Nasution sebagai periode klasik (650-1250) yang merupakan zaman kemajuan di masa inilah berkembangnya dan munculnya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama besar seperti Imam Malik, Imam Hanafi, Imam as-Syafi’i dan Imam Ibnu Hambal dalam bidang hukum, teologi, Zunnunal-Misri, Abu Yzaud al-Butami, dan Al-Hallaj dalam mistimisme atau tasawuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Maskawaih dalam filsafat, Ibnu Hasyim, Ibnu Khawarizmi, al-Mas’udi dan Rzai dalam bidang pengetahuan.
Pada masa kejayaan ini perkembangan intelektual muslim mencapai puncaknya sehingga cenderung memmbentuk pemikiran bebas (rasionalisme) sebagaimana dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah. Keadaan ini menimbulkan pertentangan dan kecemasan dikalangan sebagian kaum intelektual muslim. Ketika itu muncul al-Ghazali (1059-1111) menentang pemikiran bebas itu. Al-Ghazali lebih lanjut mengembangkan mistisisme dan tasawuf. Menurut Hitti mistisisme muslim mewakili suatu reaksi intelektualisme serta formalisme yang berkembang waktu itu.
Sampai sekarang diakui bahwa periode sejarah peradaban Islam serta pendidikan yang paling cemerlang terjadi pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1285 M) dan Daulah Umayyah di Spanyol (711-1492 M). Pada masa periode ini segala potensi yang tergantung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak secara perlahan namun strategis. Selain terjadi kemajuan di bidang sosioekonomik terjadi kemajuan dibidang intelektual. Kemajuan intelektual tersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi, infrastruktur maupun kemajuan sains dan obyek-obyek studinya.
Banyak ilmuan muslim yang bergerak dalam dunia pendidikan yang berbeda-beda dan memiliki keragaman keilmuan masing-masing dan penerapannya. Pada masa Al-Biruni  atau Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni, ilmuwan besar ini dilahirkan pada 362 H atau bulan September 973 M, di desa Khath yang merupakan ibu kota kerajaan Khawarizm, Turkmenistan (kini kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal dengan nama Al-Biruni. Dan pada masa Al-Haytham atau Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Basra,965-Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Roger Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop juga kamera obscura.
Setelah masa Al-Biruni dan Al-Haytham ilmu pengetahuan didunia muslim mulai memudar hal itu disebabkan oleh faktor intern yaitu pertama terasingnya usaha-usaha ilmiah kaum muslim. Kedua kehilangan gairah kaum muslim untuk mengadakan pebaharuan. Faktor lain yang terbesar terjadi pada abad ke-11 yaitu terjadinya pertikaian politik yaitu kelompok pendukung sufisme menekan segi-segi kerohanian dan tidak dapat menerima pembaharuan dan semua pintu ijtihad tertutup dan suasanan inilah yang menyebabkan Pendidikan kaum muslim memasuki liang kuburnya.
Pada era klasik para ilmuan Muslim banyak menyumbang dan melakukan pengabdian terhadap ilmu pengetahuan. Dunia mengakui bahwa mereka berhutang terhadap ilmuan muslim tersebut walaupun ada kekurang dikalangan para ilmuan muslim terhadap ilmu pengetahuan yaitu tidak adanya teori ilmu pengetahuan atau logika metologi ilmiah. Walaupun tidak ada upaya Ilmuan muslim untuk menemukan hakekat ilmu pengetahuan, namun apa bila dikumpulkan dan diteliti secara seksama dan teliti dapat menghasilkan semacam dasar teoritis untuk usaha ilmiah yang mereka lakukan itu.
Kekurangan tersebut tidak bisa dianggap sebagai cacat, karena dimanapun orang pertama-tama mulai bekerja dan baru kemudian mengadakan renungan tentang hakekat tersebut. Karena pada waktu itu para ilmuan muslim sibuk dengan penemuan baru sehingga tidak mempunyai waktu melakukan perunangan atas kegiatan mereka sendiri.
Umat muslim berkewajiban untuk mengembangkan mentalitas yang sesuai dengan perkembangan dan kesinambungan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan merupakan studi yang objektif dan netral tentang alam, dan menghendaki sebuah komunitas peneliti yang selalu ingin mencari kebenaran, yang sempurna, tanpa memandang kasta, keyakinan atau warna kulit. Ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang subur dalam suasana yang diliputi takhayul, pemikiran  irasional dan obskurantisme. Jikalau keyakinan agama yang dimiliki menghambat perkembangan semangat ilmiah, ilmu pengetahuan tidak mungkin dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang.
Seperti yang dikatakan kaum positive logis yaitu pernyataan ilmiah harus dapat diuji dan kaum ilmiah tidak muncul kecuali anggotanya menuntut adanya bukti sebelum menolak dan menerima suatu pernyataan.
Dewasa ini, dunia Islam adalah pemakai dan bukan penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain dunia Islam mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang jadi.

Pendapat Para Tokoh-tokoh Tentang Penyelidikan Ilmiah
1.     John Ziman : Penyelidikan ilmiah dimulai dengan pengamatan percobaan dan terakhir dengan generalisasi yang bersifat problematic dan tidak dapat dengan begitu saja menyatakan bahwa masalahnya sudah selesai dan tidak boleh diganggu gugat dan kegiatan ilmiah bukanlah urusan pribadi atau khusus melainkan urusan bersama yang artinya bahwa semua orang baik perempuan maupun laki-laki yang tertarik  kepada penyelidikan ilmiah dapat berpartisipasi dengan kawan sederajat.
2.     Irving Copi dalam buku Introduction to Logik bahwa Kegiatan ilmiah disamakan dengan cara menyamakan dengan kegiatan seperti seorang detektif yang berusaha mencapai tujuannya, bagaimana menguji hipotesisnya itu dan bagaimana ia memanfaatkan setiap fakta baru yang muncul selama penyelidikannya. Begitu juga dengan peneliti/ilmuwan yang mempunyai tujuan yang hendak dicapai setahap demi setahap: menyusun hipotesis, mengujinya satu persatu dan menolak hipotesis yang tidak didukung oleh fakta yang sudah ditetapkan melalui pengamatan dan percobaan. Dalam hal melakukan kegiatan tersebut sudah pasti akan mendapatkan kesulitan, namun harus dilakukan dengan berusaha secara tekun dan sabar.
3.     Bronowski : Ilmu pengetahuan yang terjadi di Eropa seperti sebuah gerakan yang beranjak dari kegelapan hingga mencapai puncak kejayaan. Bahkan orang awampun terkesan dengan kemajuan dan kejayaan ilmu pengetahuan dan mereka menyambutnya dengan gembira dan hal ini sangat membantu membentuk alam pikiran ilmiah sehingga terbentuk juga masyarakat ilmiah.
4.     John Dewey : Tahapan yang harus dimulai dari sebuah karya ilmiah yaitu dengan penjelasan dan uraian tentang suatu masalah, kemudian melewati hipotesis yang harus diuji dan dibuktikan kebenarannya.
5.     Charles Sanders Peirce : Dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat yang terdapat banyak permasalahan dapat diselesaikan dengan apabila gagasan pendukung diperjelas dan keragu-raguan serta kekaburannya dihilangkan.

Sebuah teori ilmiah beranjak dari beberapa dalil yang bersifat a priori dan dari sinilah ditarik keseimpulan dengan menggunakan logika deduktif. Dan kesimpulan ini harus ditetapkan. Seperti halnya teori Einstein tentang Relativitas yang mempunyai kesimpulan dan dapat dibuktikan pada waktu gerhana matahari dan teorinya dikukuhkan dan diterima oleh komunitas ilmiah. Kesimpulan yang diambil dari teori pada dasarnya seperti ramalan, jikalau ramalan itu benar maka teori tersebut dapat dipertahankan sampai ada fakta baru yang dapat menggugatnya. “Tidak ada Teori Yang Keramat”. Ketika dilakukan percobaan dan pengamatan ternyata bertentangan dengan teori, maka teori yang bersangkutan harus dirubah dan jika pertentangan itu bersifat mendasar maka teori tersebut harus ditolah seluruhnya.