BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pasar bagi
masyarakat awam akan dimaknai suatu tempat di mana orang-orang yang menjual
barang berkumpul dengan orang-orang yang akan membelinya (Jose’ Rizal Joesoef,
2008). Tempat yang dimaksud menunjuk pada suatu bangunan dengan banyak kios di
dalamnya. Defenisi pasar sebagai tempat yang special dimana terjadi transaksi,
kemudian muncul pendefinisian pasar sebagai sebagai
mekanisme, bukan sekedar tempat yang dapat menata kepentingan pihak pembeli
terhadap kepentingan penjual. Jadi pasar (market) adalah mekanisme yang
menata berbagai bagian yaitu para pelaku seperti pembeli dan penjual, komoditas
yang diperjualbelikan, aturan main tertulis maupun tidak tertulis yang
disepakati diantara para pelakunya, serta regulasi pemerintah yang semuanya
saling terkait dan berinteraksi.
Menurut ekonomi kapitalis (klasik), pasar
memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian.
Ekonomi kapitalis menghendaki pasar bebas untuk menyelesaikan
permasalahan ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi sampai distribusi. Semboyan
kapitalis adalah laissez faire et laissez le monde va de lui meme) (Biarkan ia berbuat dan biarkan ia berjalan,
dunia akan mengurus diri sendiri). Maksudnya, biarkan sajalah perekonomian
berjalan dengan wajar tanpa intervensi pemerintah, nanti akan ada suatu tangan
tak terlihat (invisible hands) yang akan membawa perekonomian
tersebut ke arah equilibrium. Jika banyak campur tangan pemerintah,
maka pasar akan mengalami distorsi yang akan membawa perekonomian pada
ketidakefisienan (inefisiency) dan ketidakseimbangan.
Sementara itu, sistem ekonomi sosialis
yang dikembangkan oleh Karl Max menghendaki maksimasi peran negara. Negara
harus menguasai segala sektor ekonomi untuk memastikan keadilan kepada
rakyat mulai dari means of production sampai mendistribusikannya
kembali kepada buruh, sehingga mereka juga menikmati hasil usaha. Pasar dalam
paradigma sosialis, harus dijaga agar tidak jatuh ke tangan pemilik modal (capitalist)
yang serakah sehingga monopoli means of production dan
melakukan ekspolitasi tenaga buruh lalu memanfaatkannya untuk mendapatkan profit
sebesar-besarnya. Karena itu equilibrium tidak akan pernah
tercapai, sebaliknya ketidakadilan akan terjadi dalam perekonomian masyarakat.
Negara harus berperan signifikan untuk mewujudkan equilibrium dan
keadilan ekonomi di pasar.
Menurut faham ini, harga-harga ditetapkan oleh
pemerintah, penyaluran barang dikendalikan oleh negara, sehingga tidak terdapat
kebebasan pasar. Semua warga masyarakat adalah “karyawan” yang wajib ikut
memproduksi menurut kemampuannya dan akan diberi upah menurut kebutuhannya.
Seluruh kegiatan ekonomi atau produksi harus diusahakan bersama.Tidak ada usaha
swasta, semua perusahaan, termasuk usaha tani, adalah perusahaan negara (state
entreprise). Apa dan berapa yang diproduksikan ditentukan berdasarkan
perencanaan pemerintah pusat (central planning)dan diusahakan
langsung oleh negara.
B.
Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa yang dimaksud dengan Teori harga ?
2.
Apa yang dimaksud dengan Diskriminasi Harga
3.
Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Harga
C.
Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Mikro dan menjawab pertanyaan yang ada
pada rumusan masalah.Yaitu :
1.
Mengetahui tentang Teori Harga
2.
Mengetahui tentang diskriminasi Harga
3.
Mengetahui Pandangan Hukum Islam dalam Penetapan
Harga
Manfaat dari penulisan makalah ini
adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang permasalahan
harga dan pandangan Hukum Islam terhadap kebijakan harga.
D.
Sistematika Penulisan makalah
Makalah ini disusun menjadi tiga bab,
yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Pembahasan, dan Bab III Penutup. Adapun Bab pendahuluan
terbagi atas :Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode
Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Sedangkan Bab Pembahasan dibagi
berdasarkan sub-bab yang berkaitan dengan sumber daya data.Terakhir, Bab
Penutup terdiri atas Kesimpulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Harga
a.
Pengertian
Harga
Pengertian
harga sangat beragam menurut para ahli. Menurut Tjiptono (2002), Harga
merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya)
yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang
atau jasa. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba
perusahaan. Kemudian menurut Harini (2008: 55) “Harga adalah uang (ditambah
beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah
kombinasi dari produk dan pelayanannya.”
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa harga adalah satuan moneter yang ditukarkan agar memperoleh hak
kepemilikan dan mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.
Penetapan harga dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal
meliputi tujuan pemasaran perusahaan, strategi bauran pemasaran, biaya, dan
metode penetapan harga.” Faktor eksternal meliputi sifat pasar dan permintaan,
persaingan, dan elemen lingkungan yang lain. Machfoedz (2005: 136) “
Dasar Penetapan Harga
Faktor Internal
· Tujuan Pemasaran
· Strategi Bauran Pemasaran
· Biaya
·
Metode
Penetapan Harga
|
|
Faktor Eksternal
1.
Sifat Pasar
dan Permintaan
2.
Persaingan
3.
Faktor Lingkungan
lain
|
Penjual barang dalam menetapkan
harga dapat mempunyai tujuan yang berbeda satu sama lain antar penjual maupun
antar barang yang satu dengan yang lain. Tujuan penetapan harga menurut Harini
(2008: 55) adalah sebagai berikut:
1.
Penetapan
harga untuk mencapai penghasilan atas investasi. Biasanya besar keuntungan dari
suatu investasi telah ditetapkan prosentasenya dan untuk mencapainya diperlukan
penetapan harga tertentu dari barang yang dihasilkannya.
2.
Penetapan
harga untuk kestabilan harga. Hal ini biasanya dilakukan untuk perusahaan yang
kebetulan memegang kendali atas harga. Usaha pengendalian harga diarahkan
terutama untuk mencegah terjadinya perang harga, khususnya bila menghadapi
permintaan yang sedang menurun.
3.
Penetapan
harga untuk mempertahankan atau meningkatkan bagiannya dalam pasar. Apabila
perusahaan mendapatkan bagian pasar dengan luas tertentu, maka ia harus
berusaha mempertahankannya atau justru mengembangkannya. Untuk itu
kebijaksanaan dalam penetapan harga jangan sampai merugikan usaha
mempertahankan atau mengembangkan bagian pasar tersebut.
4.
Penetapan
harga untuk menghadapi atau mencegah persaingan. Apabila perusahaan baru mencoba-coba
memasuki pasar dengan tujuan mengetahui pada harga berapa, ia akan menetapkan
penjualan. Ini berarti bahwa ia belum memiliki tujuan dalam menetapkan harga
coba-coba tersebut.
5.
Penetapan
harga untuk memaksimir laba. Tujuan ini biasanya menjadi anutan setiap usaha
bisnis. Kelihatannya usaha mencari untung mempunyai konotasi yang kurang enak
seolah-olah menindas konsumen. Padahal sesungguhnya hal yang wajar saja. Setiap
usaha untuk bertahan hidup memerlukan laba. Memang secara teoritis harga bisa
berkembang tanpa batas.
Menurut Machfoedz (2005: 139)
“Tujuan penetapan harga meliputi (1). Orientasi laba: mencapai target baru, dan
meningkatkan laba; (2) Orientasi penjualan: meningkatkan volume penjualan, dan
mempertahankan atau mengembangkan pangsa pasar.”
Menurut Fandy Tjiptono (2008: 152-153) tujuan penetapan harga
adalah :
1.
Berorientasi
laba yaitu bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan
laba yang paling tinggi.
2.
Berorientasi
pada volume yaitu penetapan harga berorientasi pada volume tertentu.
3.
Berorientasi
pada citra (image) yaitu bahwa image perusahaan dapat
dibentuk melalui harga.
4.
Stabilisasi
harga yaitu penetapan harga yang bertujuan untuk mempertahankan hubungan yang
stabil antara harga perusahaan dengan harga pemimpin pasar (market leader).
5.
Tujuan
lainnya yaitu menetapkan harga dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas konsumen, mendukung penjualan ulang atau menghindari
campur tangan pemerintah.
d.
Metode
Penetapan Harga, Tjiptono (2008: 157-168)
·
Penetapan
Harga Berbasis Permintaan
Metode
ini menekan factor-faktor yang mempengaruhi selera dan referensi pelanggan.
Permintaan pelanggang didasarkan pada berbagai pertimbangan, diantara yaitu :
-
Kemampuan
untuk membeli
-
Kemauan
pelanggan untuk membeli
-
Posisi
produk dalam gaya hidup pelanggan
-
Manfaat
produk
-
Dll
·
Penetapan
Harga Berbasis Biaya
Penentuan
harga berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah
tertentu sehingga dapat menutupi biaya-biaya langsung, biaya overhead dan laba.
·
Penetapan
Harga Berbasis Laba
Dalam
metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penetapan harga.
Usaha ini dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan
dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi.
·
Penetapan
Harga Bebasis Persaingan
Selain
dari pertimbangan biaya, permintaan atau laba, harga juga ditetapkan
berdasarkan persaingan, yaitu apa yang dilakukan oleh pesaing. Metode yang
digunakan terdiri atas empat macam, yaitu : Costomary pricing, above, at, or
below market pricing, loss leader pricing, dan sealed bid pricing.
e.
Terbentuknya
Harga
Ibn Khaldun
mengklasifikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi hukum permintaan dan
penawaran, diantaranya; pertama, perbedaan antara kebutuhan manusia
(primer dan sekunder); kedua, faktor perbedaan jumlah penduduk; ketiga,
perbedaan kondisi pasar. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh dalam proses
menentukan harga. Segala macam kebutuhan hidup manusia, baik yang pokok
(primer) maupun yang pelengkap (sekunder) disediakan dalam suatu tempat yang
dinamakan pasar. Apabila suatu kota memiliki kawasan yang luas dan jumlah
penduduknya besar, maka harga kebutuhan pokok menjadi murah, sedangkan harga
kebutuhan pelengkap menjadi mahal.
·
Perbedaan
antara kebutuhan manusia (primer dan sekunder);
Terbentuknya
harga ditentukan oleh perbedaan tingkat permintaan dan penawaran terhadap
kebutuhan tersebut. Di daerah seperti ini, setiap orang berusaha mencukupi
kebutuhan pokok untuk dirinya dan keluarganya dalam jangka waktu tertentu. Keadaan
ini menimbulkan surplus besar yang melebihi tingkat kebutuhannya. Akibatnya
kota tersebut mengalami kelebihan bahan kebutuhan pokok ini dalam skala luas
juga dialami kota tersebut, sehingga harga terhadap kebutuhan pokok menurun (Ibn
Khaldun, 1992:387). Sedangkan di kota-kota kecil yang sedikit jumlah
penduduknya, bahan-bahan kebutuhan pokok mereka sangat sedikit stoknya. Karena
mereka memiliki suplai kerja yang minim untuk mencukupi kebutuhan tersebut,
yang disebabkan oleh kawasan daerah mereka yang kecil. Dengan kondisi demikian,
mereka lebih banyak menghemat, menyimpan, bahkan memonopoli apa yang telah
mereka miliki. Akibatnya barang tersebut menjadi sangat bernilai dan mahal
harganya (Ibn Khaldun, 1992:388).
Berdasarkan
pernyataan di atas dapat diketahui, bahwa kondisi di kota yang memiliki surplus
kelebihan bahan kebutuhan pokok menjadikan penawaran lebih besar daripada
permintaan, sehingga menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok bagi kebutuhan
sehari-hari menjadi murah. Sementara di kota kecil jumlah bahan kebutuhan pokok
terbatas, yang menyebabkan setiap orang berusaha untuk menyimpan, bahkan
memonopolinya. Sehingga menjadikan permintaan lebih besar dari pada penawaran
yang menimbulkan harga kebutuhan pokok menjadi mahal. Apabila di daerah kota
besar yang padat penduduknya telah menjadi makmur serta kesejahtaraannya
meningkat, maka hidupnya akan dipenuhi dengan kemewahan yang mengiringi tingkat
taraf hidupnya.
Dengan taraf
hidup demikian akan meningkatkan tuntutan terhadap kebutuhan sekunder
(kemewahan). Setiap orang berusaha membeli barang mewah tersebut menurut
kesanggupannya. Keadaan demikian menimbulkan persediaan barang tidak bisa
mencukupi permintaan. Sementara jumlah pembeli menjadi meningkat sekalipun
persediaan barang sedikit. Akan tetapi orang-orang kaya akan tetap berani
membayar tinggi, karena disebabkan kebutuhan mereka yang tinggi terhadap mewah
tersebut.
Kondisi
demikian akan menjadikan harga meningkat (mahal). Sementara yang terjadi di
kota kecil yang sedikit jumlah penduduknya tidak banyak permintaan terhadap
kebutuhan kemewahan, bahkan tidak terpikirkan olehnya. Karena perhatian mereka
hanya terfokus untuk mencukupi kebutuhan pokok saja. Sehingga harga barang
kebutuhan mewah menjadi sangat murah.
·
Perbedaan
jumlah penduduk.
Perbedaan
jumlah penduduk mempengaruhi kreatifitas produksi. Bila jumlah penduduk besar,
maka produksi terhadap barang pun banyak, yang membuat banyaknya penawaran. Keadaan
demikian dapat memenuhi permintaan dan bahkan melebihinya.
Besarnya penduduk
yang bermukim di suatu kota akan meningkatkan kreatifitas kerja mereka, di
samping itu pada saat yang sama juga terjadi permintaan yang besar terhadap
barang-barang keperluan penduduk lainnya (Ibn Khaldun I, 1992:389-390).
Keseimbangan antara besarnya persediaan barang dari hasil produksi dengan
banyaknya permintaan melalui konsumsi, sebenarnya akan mempercepat perputaran
barang yang dalam keadaan tertentu apabila kondisi ini berjalan normal
cenderung akan meningkatkan perekonomian. Situasi demikian akan memajukan
tingkat peradaban, yang ditandai aneka macam produksi hasil industri. Apabila
tingkat kehidupan semakin maju dan kemewahan semakin meluas, maka penggunaan
industri benar-benar akan tumbuh dengan nyata. Hal ini bisa terjadi hanya di
kota-kota besar yang jumlah penduduknya besar.
Besarnya jumlah
penduduklah yang sebenarnya mendorong tumbuhnya industri yang memproduksi
barang-barang mewah. Apabila suatu indutri telah berkembang pesat dan banyak
barang yang diproduksinya, maka pasar-pasar akan dipenuhi hasil industri
tersebut. Hal ini mendorong orang-orang untuk berupaya mempelajari untuk
dijadikan sebagai penghidupan mereka. Aneka macam produksi sangat berpengaruh
terhadap nilai, yang kesemuanya terformulasikan dalam hukum penawaran dan
permintaan. Nilai kemanfaatan (suatu barang) yang menggerakkan permintaan.
Di samping itu,
kerja juga tunduk dan mengikuti hukum penawaran dan permintaan. Oleh karena itu
produktifitas kerja akan meningkat pada waktu terjadi peningkatan permintaan.
Dengan demikian, tidaklah aneh bila upah di kota-kota yang maju sangat tinggi. Ini
terjadi karena peringkat kehidupan yang lebih tinggi serta tingkat konsumsi
yang lebih besar. Lebih jauh lagi pada waktu permintaan besar, maka jumlah
kerja yang diminta pun meningkat (Al-Khudairi, 1987:132).
Menurut Ibn
Khaldun, barang-barang hasil industri dan tingkat upah buruh mahal di daerah
yang makmur disebabkan tiga hal, yaitu: pertama, besarnya permintaan
terhadap kebutuhan tersebut, karena meningkatnya taraf kehidupan mereka. Hal ini
dapat dilihat di daerah yang padat penduduknya; kedua, gampangnya orang
mencari penghidupan, dan banyaknya bahan makanan di kota-kota yang menyebabkan
tukang-tukang (buruh) tidak mau menerima bayaran rendah bagi pekerjaan dan
pelayanannya; ketiga, banyaknya orang kaya yang membutuhkan tenaga buruh
dan tukang juga besar. Kondisi ini menimbulkan persaingan untuk mendapatkan
tenaga pelayanan dan pekerjaan dan berani membayar mereka lebih dari nilai
pekerjaannya. Ini menjadikan kedudukan para tukang, pekerja, dan orang yang
mempunyai keahlian, serta berpengaruh terhadap peningkatan nilai pekerjaannya. Sebaliknya,
di kota-kota kecil yang sedikit jumlah penduduknya, keadaannya tidak seperti
dengan di kota-kota besar yang padat penduduknya. Kecilnya jumlah penduduk
mempengaruhi minimnya tingkat kreatifitas produksi terhadap barang. Hal ini
disebabkan kecilnya permintaan akan barang-barang industri yang memproduksi
barang mewah.
Dengan minimnya
kreatifitas kerja akan menimbulkan sedikitnya penawaran barang-barang yang
beredar. Keadaan semacam ini menyebabkan sirkulasi kehidupan kurang berkembang
dan sekaligus menghambat kemajuan peradaban. Sehingga di kota-kota kecil jarang
terdapat industri-industri, kecuali industri yang sederhana. Sedikitnya jumlah
industri di kota-kota kecil menunjukkan, bahwa industri di daerah semacam itu
kurang dibutuhkan, sehingga produksinya pun menurun. Keadaan demikian
menjadikan orang-orang tidak banyak yang tertarik untuk mempelajarinya, sehingga
tidak berkembang, bahkan berhenti.
·
Perbedaan
kondisi pasar.
Sudah menjadi
kebiasaan bagi para pedagang dalam menjalankan profesinya membawa barang
dagangannya dari suatu tempat penjualan (pasar) yang satu ke tempat lainnya,
yang sekiranya membutuhkan barang dagangan yang dimilikinya. Perbedaan kondisi
antara pasar yang satu dengan pasar yang lainnya sangat berpengaruh terhadap
hukum penawaran dan permintaan (sekaligus terhadap harga).
Apabila seorang
pedagang dalam melakukan aktifitas bisnisnya menempuh perjalanan yang jauh dan
banyak rintangannya untuk sampai ke pasar yang dituju, maka pedagang tersebut
akan mendapat keuntungan yang besar. Kondisi demikian menjadikan barang yang
ditransportasikan jumlahnya amat sedikit dan jarang, karena lokasi pasar yang
dituju sangat jauh dan kondisinya penuh dengan bahaya. Oleh sebab itu sangatlah
jarang para pedagang yang berani menuju pasar tersebut. Dengan demikian,
persediaan barang menjadi sedikit dan jarang, sehingga harganya otomatis akan
meningkat (mahal). Sebaliknya, jika lokasi pasar yang dituju jaraknya dekat dan
kondisinya aman, maka barang-barang kebutuhan akan banyak didapatkan di
pasaran. Hal ini menjadikan banyak pedagang berdatangan untuk menawarkan
barangnya. Keadaan demikian menjadikan harga barang turun (Ibn Khaldun I,
1992:422- 423).
B.
Diskriminasi Harga
Diskriminasi
harga adalah menaikkan laba dengan
cara menjual barang yang sama dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda
atas dasar alasan yang tidak berkaitan dengan biaya. Diskriminasi harga terjadi
saat produsen memberlakukan harga yang sama karena alasan yang tidak ada
kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak semua perbedaan harga
mencerminkan diskriminasi harga.
Tujuan
utama pelaku usaha melakukan diskriminasi harga yaitu untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih tinggi tersebut
diperoleh dengan cara merebut surplus konsumen. Surplus konsumen adalah selisih
harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen dengan harga yang benar-benar
dibayar oleh konsumen.
Diskriminasi
harga / price discrimination didasari adanya kenyataan bahwa
konsumen sebenarnya bersedia untuk membayar lebih tinggi, maka perusahaan akan
berusaha merebut surplus konsumen tersebut dengan cara melakukan diskriminasi
harga.
a)
Syarat-syarat terjadinya diskriminasi harga :
1.
Jika monopolis mampu memisah-misahkan pasar.
Apabila monopolis dapat memisah-misahkan pasar, maka para konsumen akan
membeli di pasar yang memiliki harga rendah, yang lama kelamaan akan menaikkan
harga dan menjualnya di pasar yang memiliki harga tinggi, yang selanjutnya akan
menurunkan harga. Sehingga harga dalam kedua pasar tersebut menjadi sama.
2.
Elastisitas permintaan pada setiap tingkat harga harus berbeda di antara
kedua pasar supaya diskriminasi harga tersebut menguntungkan.
b)
Jenis – jenis diskriminasi harga adalah sebagai
berikut :
1.
Diskriminasi harga derajat 1
Gambar 2. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 1
Pada
gambar 2 menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat 1. Pada grafik
tersebut terdapat hubungan antara P (harga) dan Q (output) yang dimisalkan
harga terdapat P1, P2 dan P3 dan output terdapat Q1, Q2 dan Q3. Pada grafik
terlihat apabila P tinggi maka Q rendah. Hal ini apabila dikaitkan pada
kemampuan daya beli konsumen berarti apabila produsen menawarkan harga yang
tinggi maka terdapat sedikit konsumen yang akan membeli produk tersebut. Dan
begitu sebaliknya, apabila produsen menawarkan harga yang rendah maka terdapat
banyak konsumen yang dapat membeli barang tersebut. Jadi, dalam hal ini
perusahaan harus mengetahui kemampuan daya beli pada masing-masing konsumen.
Diskriminasi
harga derajat 1 dapat merugikan konsumen karena terdapat surplus konsumen yang
diterima oleh produsen, biaya yang harusnya diterima oleh konsumen namun
menjadi milik produser. Diskriminasi harga derajat 1 juga disebut perfect
price discrimination karena memperoleh surplus konsumen paling besar.
2.
Diskriminasi harga derajat 2
Diskriminasi
harga derajat 2 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda pada
jumlah batch atau lot produk yang dijual.
Diskriminasi harga ini dilakukan karena perusahaan tidak memiliki informasi
mengenai reservation price konsumen. Contoh: perbedaan harga
per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran, pembeli yang membeli mie
instan 1 bungkus dan 1 kardus akan berbeda harganya. Diskriminasi harga derajat
2 juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji pada gambar 3.
Pada
gambar 3 di atas menjelaskan tentang diskriminasi harga derajat 2. Pada grafik
tersebut pelaku usaha menetapkan harga (P1, P2 dan P3) berdasarkan jumlah
konsumsi.
Kebijakan
ini dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen karena jumlah output bertambah
dan harga jual semakin murah. Hal ini dikarenakan pelaku usaha menggunakan
sistem perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian
eceran. Harga eceran lebih tinggi dari pada harga per pak, sehingga konsumen
lebih baik membeli barang langsung per pak dari pada membeli barang eceran.
3.
Diskriminasi harga derajat 3
Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan
dengan cara menerapkan harga yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen
berdasarkan reservation price masing-masing
kelompok konsumen. Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan karena perusahaan
tidak mengetahui reservation price masing-masing konsumen,
tapi mengetahui reservation price
kelompok konsumen.Kelompok konsumen dapat dibedakan atas lokasi, geografis,
maupun karakteristik konsumen seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan
lain-lain.Contoh: barang yang dijual di pedesaan dan di perkotaan akan berbeda
harganya. Diskriminasi harga derajat 3 juga dijelaskan kedalam grafik yang
tersaji pada gambar 3.
AC
|
MR
|
QA
|
MR
|
DB
|
QB
|
MR
|
QT
|
Gambar 4. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 3
|
Pada
gambar 4 di atas menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat
3. Diskriminasi harga ditetapkan berdasarkan perbedaan elastisitas harga. Permintaan
yang lebih inelastis dikenakan harga yang lebih tinggi.
Contoh dari
diskriminasi harga adalah pelayanan dokter dan tiket pesawat terbang. Pada prakteknya
dokter tidak menerapkan beban biaya yang sama kepada setiap pasien nya. Jika si
dokter mengetahui bahwa tingkat ekonomi pasien lemah, dokter bisa meminimalkan
biaya bahkan bisa menggratiskan biaya. Harga yang ditetapkan untuk pasien yang
mampu secara ekonomi dapat dikenakan tarif. Biaya yang dikeluarkan oleh dokter
untuk menangani setiap pasien sama. Tetapi karena mempertimbangkan kemampuan
ekonomi pasien, dokter tidak menerapkan beban biaya yang sama kepada setiap
pasiennya.
Tiket pesawat
pun memakai konsep diskriminasi harga derajat 3. Harga Tiket Pesawat Lion Air
dari Jakarta menuju Banda Aceh kelas ekonomi berangkat tanggal 5 Juli 2016
pukul 10.10 jika dipesan tanggal 27 Juni
2016, harga tiketnya adalah Rp. 800.000,00. Sedangkan jika dipesan pada hari H
yaitu tanggal 5 Juli 2016 (pesawat yang sama) harganya menjadi Rp. 1.400.000,00
sampai dengan 1.600,000.00,-. Kenaikan harganya hampir 50%. Dalam satu pesawat
yang sama kemungkinan setiap orang membayar berbeda untuk harga tiket
pesawatnya, padahal biaya yang dikeluarkan produsen untuk setiap konsumen sama
(Serambi Indonesia:1 Juli 2016). Inilah contoh-contoh kasus diskriminasi harga
derajat 3, ketika perbedaan harga dibedakan berdasarkan daya beli setiap
konsumen.
C.
Penentuan Harga Dalam Pandangan Islam
Setelah
perpindahan (hijrah) Rasulullah SAW ke Madinah, maka beliau menjadi pengawas
pasar (muhtasib). Pada saat itu, mekanisme pasar sangat dihargai. Salah satu buktinya
yaitu Rasulullah SAW menolak untuk membuat kebijakan dalam penetapan harga,
pada saat itu harga sedang naik karena dorongan permintaan dan penawaran yang
dialami. Bukti autentik tentang hal ini adalah suatu hadis yang diriwayatkan oleh enam Imam Hadis (kecuali Imam Nasa’i). Dalam
hadis tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
قال النّاسُ يا رسول اللهِ غلاَ
السِّعرُ فسعِّرْ لناَ. فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم
"إنَّ الله هو المسعِّرُ
الخالق القابِضُ الباسط الرَّازق و إني لأرجُوا أنْ ألقَى الله وليس أحدٌ منكم
يُطالبُني بمظْلمةٍ في دمٍ ولا مالٍ" .
“Manusia berkata saat itu, ‘Wahai Rasulullah harga (saat itu) naik,
maka tentukanlah harga untuk kami’. Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya
Allah adalah penentu harga, Ia adalah penahan, Pencurah, serta Pemberi rezeki.
Sesungguhnya aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku diantara salah seorang di
antara kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan
harta.”
Nabi tidak
menetapkan harga jual, dengan alasan bahwa dengan menetapkan harga akan
mengakibatkan kezaliman, sedangkan zalim adalah haram. Karena jika harga yang
ditetapkan terlalu mahal, maka akan menzalimi pembeli; dan jika harga yang ditetapkan
terlalu rendah, maka akan menzalimi penjual. (Muhammad Sharif Chaudhry: 2012:135)
Hukum asal
yaitu tidak ada penetapan harga (al-tas’ir), dan ini merupakan kesepakatan para
ahli fikih. Imam Hambali dan Imam Syafi’i melarang untuk menetapkan harga
karena akan menyusahkan masyarakat sedangkan Imam Maliki dan Hanafi
memperbolehkan penetapan harga untuk barang-barang sekunder.
Mekanisme
penentuan harga dalam Islam sesuai dengan Maqashid al-Syariah, yaitu
merealisasikan kemaslahatan dan menghindari kerusakan di antara manusia.
Seandainya Rasulullah saat itu langsung menetapkan harga, maka akan
kontradiktif dengan mekanisme pasar. Akan tetapi pada situasi tertentu, dengan
dalih Maqashid al-Syariah, penentuan harga menjadi suatu keharusan dengan
alasan menegakkan kemaslahatan manusia dengan memerangi distorsi pasar (memerangi
mafsadah atau kerusakan yang terjadi di lapangan).
Dalam konsep Islam,
yang paling prinsip adalah harga ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan
penawaran. Keseimbangan ini terjadi bila antara penjual dan pembeli bersikap
saling merelakan. Kerelaan ini ditentukan oleh penjual dan pembeli dalam
mempertahankan barang tersebut. Jadi, harga ditentukan oleh kemampuan penjual
untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli, dan kemampuan pembeli
untuk mendapatkan harga barang tersebut dari penjual.
Akan tetapi
apabila para pedagang sudah menaikkan harga di atas batas kewajaran, mereka itu
telah berbuat zalim dan sangat membahayakan umat manusia,maka seorang penguasa
(Pemerintah) harus campur tangan dalam menangani persoalan tersebut dengan cara
menetapkan harga standar (Muhammad Sharif Chaudhry: 2012). Dengan maksud untuk
melindungi hak-hak milik orang lain.mencegah terjadinya penimbunan barang dan
menghindari dari kecurangan para pedagang. Inilah yang pernah dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Kattab. (Lukman Hakim, 2012:169-170)
Konsep
mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Ar-Ridha,
yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara
masing-masing pihak (freedom contract). Hal ini sesuai dengan al-Qur’an Surat
an- Nisa’ ayat 29 yang artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS: An-Nisa’: 29)
2.
Berdasarkan
persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan terhambat bekerja
jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli setiap barang yang
penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
3.
Kejujuran
(honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam,
sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang
tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai
kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan
transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
4.
Keterbukaan
(transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan prinsip ini
adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.
BAB
III
SIMPULAN
DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
Harga adalah satuan moneter yang ditukarkan agar memperoleh hak
kepemilikan dan mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya. Penetapan
harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor internal meliputi tujuan pemasaran perusahaan, strategi
bauran pemasaran, biaya, dan metode penetapan harga.” Faktor eksternal meliputi
sifat pasar dan permintaan, persaingan, dan elemen lingkungan yang lain. Ibn
Khaldun mengklasifikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi hukum permintaan
dan penawaran, diantaranya; pertama, perbedaan antara kebutuhan manusia
(primer dan sekunder); kedua, faktor perbedaan jumlah penduduk; ketiga,
perbedaan kondisi pasar.
Dalam fiqih Islam dikenal dua istilah berbeda mengenai harga suatu
barang, yaitu as-ṣaman dan as-si’r. As-ṣaman adalah patokan harga suatu barang,
sedangkan as-si’r adalah harga yang berlaku secara aktual di dalam pasar. Ulama
fiqih membagi as-si’r menjadi dua macam. Pertama, harga yang berlaku
secara alami, tanpa campur tangan pemerintah. Dalam hal ini, pedagang bebas
menjual barang dengan harga yang wajar, dengan
mempertimbangkan keuntungannya. Pemerintah, dalam harga yang berlaku secara
alami, tidak boleh campur tangan, karena campur tangan pemerintah dalam kasus
ini dapat membatasi kebebasan dan merugikan hak para pedagang ataupun produsen.
Kedua, harga suatu komoditas yang ditetapkan pemerintah setelah
mempertimbangkan modal dan keuntungan wajar bagi pedagang maupun produsen serta
melihat keadaan ekonomi yang riil dan daya beli masyarakat. Penetapan harga
pemerintah dalam pemerintah ini disebut dengan at-tas’īr al-jabbari.
Diskriminasi
harga adalah menaikkan laba dengan cara menjual barang yang sama dengan harga berbeda
untuk konsumen yang berbeda atas dasar alasan yang tidak berkaitan dengan biaya.
Diskriminasi harga terjadi saat produsen memberlakukan harga yang sama karena
alasan yang tidak ada kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak semua
perbedaan harga mencerminkan diskriminasi harga. Syarat-syarat terjadinya
diskriminasi harga: Jika monopolis mampu memisah-misahkan pasar dan elastisitas
permintaan pada setiap tingkat harga harus berbeda di antara kedua pasar supaya
diskriminasi harga tersebut menguntungkan. Diskriminasi
harga dibedakan menjadi 3 tingkat.
1.
Diskriminasi
harga tingkat pertama menguntungkan konsumen maupun produsen, tetapi dengan 1
syarat, produsen mengetahui kemampuan konsumen sehingga mampu memberikan
diskriminasi harga tepat sasaran.
2.
Diskriminasi
harga tingkat kedua memberikan keuntungan dari perbedaan pembelian secara
partai maupun eceran. Dengan melihat kebutuhan, konsumen dapat memilih keuntungan
dari pembelian partai maupun eceran
3.
Diskriminasi
harga tingkat ketiga memberlakukan perbedaan harga berdasarkan daya beli
sekelompok konsumen. Produsen harus memperkirakan dengan tepat kemampuan
sekelompok konsumen agar strategi diskriminasi harga tepat sasaran.
Informasi daya
beli konsumen dan sekelompok konsumen adalah data yang harus dimiliki produsen
ketika ingin menerapkan strategi diskriminasi harga.
B. Penutup
Dengan
mengucapkan Alhamdulillah penulis telah mengakhiri penulisan
makalah ini. Sebagai manusia biasa tentunya dalam penulisan ini masih banyak
hal-hal yang belum terpenuhi, baik dari segi bahasa, penyusunan kalimat, dan
hal yang lainnya. Namun demikian penulis telah berupaya semaksimal mungkin demi
terselesaikannya makalah ini dan agar mendapat hasil sebaik mungkin, tetapi
kemampuan yang penulis miliki sangatlah terbatas. Oleh karena itu untuk
kesempurnaan karya yang sederhana ini penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak demi keberhasilan karya penulis di
masa mendatang.
Akhirnya
penulis ucapkan terimakasih dan semoga Allah SWT. selalu memberkahi
pembelajaran kita, khususnya untuk bapak Dr. Sabri Abdul Majid sebagai
perbendaharaan ilmu dan penambah wawasan kita dalam pembelajaran Ekonomi Mikro
dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan pada
umumnya semua pihak yang berkenan membaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Baali,
Fuad dan Wardi, Ali. 1989. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Penterj.
Mansuruddin dan Ahmadie Thaha. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Bedjaoni,
Mohammad. 1985. Menuju Tata Ekonomi Dunia Baru. penterj. Suryatim,
Jakarta: Gunung Agung.
Chandrawulan,
Huala Adolf A. 1995. Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional. Jakarta
: Raja Grafindo Persada.
Djojodipuro,
Marsudi. 1991. Teori Harga. Jakarta: Fakultas ekonomi Universitas
Indonesia.
Fandy
Tjiptono. 2008. Strategi Pemasaran. Edisi III, Yoqyakarta: CV. Andi
Offset.
Glassburner,
Bruce dan Chandra, Aditiawan. 1988. Teori Kebijaksanaan Ekonomi Makro.
Jakarta: LP3ES.
Hirshleifer,
Jack. 1985. Teori Harga dan Penerapannya. Jakarta: Penerbit Airlangga.
Ika
Yunia Fauzia, 2014. Prinsip
Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah, Jakarta: Penerbit
Kencana Prenadamedia Grup.
Islahi,
Ahmad Azim. 1988. Economic Concept of Ibnu Taimiyah. Leicester: The
Islamic Foundation.
Jose’ Rizal Joesoef. 2008, Pasar Uang dan Pasar
Valuta Asing. Jakarta: Salemba Empat
Lewis, Bernand. 1971. The
Encyclopedia of Islam III. Leiden: E.J. Brill.
Lukman
Hakim, 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Surakarta: Penerbit Erlangga
Majmu‘ Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah XXVIII.
Mannan,
M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Penterj. M. Nastangin.
Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Marshal Green, 1997. The Economic
Theory, terj.Ariswanto, Buku Pintar Teori Ekonomic Jakarta, Aribu Matra Mandiri
Muhammad
Sharif Chaudhry. 2012.
Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mustafa
Edwin Nasution, dkk. 2006. Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta : Kencana.
Najmudin,
2011. Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern, Yoqyakarta :
CV. Andi Offset
Qardhawi,
Yusuf. 1997. Peran Nilai dan Moral Dalam
Perekonomian Islam. Pentrj. Didin Hafidhuddin dkk. Jakarta: Robbani Press.
Riyadh:
Matabi‘ar-Riyad. Al-Khudhairi, Zainab. 1987. Filsafat Sejarah Ibn Khaldun,
penterj. Ahmad Rofi’ Utsmani. Bandung: Penerbit Pustaka.
Sabiq, Sayyid. 1990. Fiqih Sunnah III. Kairo: Dar al-Fath li ‘Alam
al-‘Arabi.
Samuelson,
A.Paul dan Nordhaus, William D. 1989. Ekonomi
I. Penterj. A. Jaka Warsana. Jakarta: Penerbit Airlangga.
Siti
Nur Fatoni, 2014 Pengantar Ilmu Ekonomi Dilengkapi Dasar-Dasar Ekonomi
Islam, Bandung: Pustaka Setia
Surakhmad,
Winarto. 1990. Pengantar Penelitian
Ilmiah (Dasar Metodik teknik). Bandung
Sueharno,
2007. Teori Ekonomi Mikro, Yoqyakarta :CV, Andi Offset.
Sueharsono
Sagir. 2009. Kapita Selekta
Ekonomi Indonesia, Jakarta:Kecana
Winardi.
1990. Pengantar Ekonomi Mikro: Teori Harga. Bandung: Penerbit Mandar
Maju.
No comments:
Post a Comment