BELAJAR ADALAH KEWAJIBAN

Tuesday, July 19, 2016

TEORI HARGA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pasar bagi masyarakat awam akan dimaknai suatu tempat di mana orang-orang yang menjual barang berkumpul dengan orang-orang yang akan membelinya (Jose’ Rizal Joesoef, 2008). Tempat yang dimaksud menunjuk pada suatu bangunan dengan banyak kios di dalamnya. Defenisi pasar sebagai tempat yang special dimana terjadi transaksi, kemudian muncul pendefinisian pasar sebagai sebagai mekanisme, bukan sekedar tempat yang dapat menata kepentingan pihak pembeli terhadap kepentingan penjual. Jadi pasar (market) adalah mekanisme yang menata berbagai bagian yaitu para pelaku seperti pembeli dan penjual, komoditas yang diperjualbelikan, aturan main tertulis maupun tidak tertulis yang disepakati diantara para pelakunya, serta regulasi pemerintah yang semuanya saling terkait dan berinteraksi.
Menurut ekonomi kapitalis (klasik), pasar memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Ekonomi kapitalis menghendaki pasar bebas untuk menyelesaikan  permasalahan ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi sampai distribusi. Semboyan kapitalis adalah laissez faire et laissez le monde va de lui meme) (Biarkan ia berbuat dan biarkan ia berjalan, dunia akan mengurus diri sendiri). Maksudnya, biarkan sajalah perekonomian berjalan dengan wajar tanpa intervensi pemerintah, nanti akan ada suatu tangan tak terlihat (invisible hands) yang akan membawa perekonomian tersebut ke arah equilibrium. Jika banyak campur tangan pemerintah, maka pasar akan mengalami distorsi yang akan membawa perekonomian pada ketidakefisienan (inefisiency) dan ketidakseimbangan.
Sementara itu, sistem ekonomi sosialis yang dikembangkan oleh Karl Max menghendaki maksimasi peran negara. Negara harus menguasai  segala sektor ekonomi untuk memastikan keadilan kepada rakyat mulai dari means of production sampai mendistribusikannya kembali kepada buruh, sehingga mereka juga menikmati hasil usaha. Pasar dalam paradigma sosialis, harus dijaga agar tidak jatuh ke tangan pemilik modal (capitalist) yang serakah sehingga monopoli means of production dan melakukan ekspolitasi tenaga buruh lalu memanfaatkannya untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya. Karena itu equilibrium tidak akan pernah tercapai, sebaliknya ketidakadilan akan terjadi dalam perekonomian masyarakat. Negara harus berperan signifikan untuk mewujudkan equilibrium dan keadilan ekonomi di pasar.
Menurut faham ini, harga-harga ditetapkan oleh pemerintah, penyaluran barang dikendalikan oleh negara, sehingga tidak terdapat kebebasan pasar. Semua warga masyarakat adalah “karyawan” yang wajib ikut memproduksi menurut kemampuannya dan akan diberi upah menurut kebutuhannya. Seluruh kegiatan ekonomi atau produksi harus diusahakan bersama.Tidak ada usaha swasta, semua perusahaan, termasuk usaha tani, adalah perusahaan negara (state entreprise). Apa dan berapa yang diproduksikan ditentukan berdasarkan perencanaan pemerintah pusat (central planning)dan diusahakan langsung oleh negara.

B.    Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.         Apa yang dimaksud dengan Teori harga ?
2.         Apa yang dimaksud dengan Diskriminasi Harga
3.         Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Harga

C.    Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Mikro dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.Yaitu :
1.     Mengetahui tentang Teori Harga
2.     Mengetahui tentang diskriminasi Harga
3.     Mengetahui Pandangan Hukum Islam dalam Penetapan Harga
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang permasalahan harga dan pandangan Hukum Islam terhadap kebijakan harga.


D.    Sistematika Penulisan makalah
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Pembahasan, dan Bab III Penutup. Adapun Bab pendahuluan terbagi atas :Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Sedangkan Bab Pembahasan dibagi berdasarkan sub-bab yang berkaitan dengan sumber daya data.Terakhir, Bab Penutup terdiri atas Kesimpulan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Harga
a.      Pengertian Harga
Pengertian harga sangat beragam menurut para ahli. Menurut Tjiptono (2002), Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan. Kemudian menurut Harini (2008: 55) “Harga adalah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.”
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa harga adalah satuan moneter yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan dan mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.

Penetapan harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal meliputi tujuan pemasaran perusahaan, strategi bauran pemasaran, biaya, dan metode penetapan harga.” Faktor eksternal meliputi sifat pasar dan permintaan, persaingan, dan elemen lingkungan yang lain. Machfoedz (2005: 136) “

Dasar Penetapan Harga
Faktor Internal
·     Tujuan Pemasaran
·     Strategi Bauran Pemasaran
·     Biaya
·      Metode Penetapan Harga

Faktor Eksternal
1.   Sifat Pasar dan Permintaan
2.   Persaingan
3.    Faktor Lingkungan lain
 

 c.      Tujuan Penetapan Harga
Penjual barang dalam menetapkan harga dapat mempunyai tujuan yang berbeda satu sama lain antar penjual maupun antar barang yang satu dengan yang lain. Tujuan penetapan harga menurut Harini (2008: 55) adalah sebagai berikut:
1.     Penetapan harga untuk mencapai penghasilan atas investasi. Biasanya besar keuntungan dari suatu investasi telah ditetapkan prosentasenya dan untuk mencapainya diperlukan penetapan harga tertentu dari barang yang dihasilkannya. 
2.     Penetapan harga untuk kestabilan harga. Hal ini biasanya dilakukan untuk perusahaan yang kebetulan memegang kendali atas harga. Usaha pengendalian harga diarahkan terutama untuk mencegah terjadinya perang harga, khususnya bila menghadapi permintaan yang sedang menurun. 
3.     Penetapan harga untuk mempertahankan atau meningkatkan bagiannya dalam pasar. Apabila perusahaan mendapatkan bagian pasar dengan luas tertentu, maka ia harus berusaha mempertahankannya atau justru mengembangkannya. Untuk itu kebijaksanaan dalam penetapan harga jangan sampai merugikan usaha mempertahankan atau mengembangkan bagian pasar tersebut. 
4.     Penetapan harga untuk menghadapi atau mencegah persaingan. Apabila perusahaan baru mencoba-coba memasuki pasar dengan tujuan mengetahui pada harga berapa, ia akan menetapkan penjualan. Ini berarti bahwa ia belum memiliki tujuan dalam menetapkan harga coba-coba tersebut. 
5.     Penetapan harga untuk memaksimir laba. Tujuan ini biasanya menjadi anutan setiap usaha bisnis. Kelihatannya usaha mencari untung mempunyai konotasi yang kurang enak seolah-olah menindas konsumen. Padahal sesungguhnya hal yang wajar saja. Setiap usaha untuk bertahan hidup memerlukan laba. Memang secara teoritis harga bisa berkembang tanpa batas.
Menurut Machfoedz (2005: 139) “Tujuan penetapan harga meliputi (1). Orientasi laba: mencapai target baru, dan meningkatkan laba; (2) Orientasi penjualan: meningkatkan volume penjualan, dan mempertahankan atau mengembangkan pangsa pasar.”

Menurut Fandy Tjiptono (2008: 152-153) tujuan penetapan harga adalah :
1.     Berorientasi laba yaitu bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba yang paling tinggi.
2.     Berorientasi pada volume yaitu penetapan harga berorientasi pada volume tertentu.
3.     Berorientasi pada citra (image) yaitu bahwa image perusahaan dapat dibentuk melalui harga.
4.     Stabilisasi harga yaitu penetapan harga yang bertujuan untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga perusahaan dengan harga pemimpin pasar (market leader).
5.     Tujuan lainnya yaitu menetapkan harga dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas konsumen, mendukung penjualan ulang atau menghindari campur tangan pemerintah.

d.     Metode Penetapan Harga, Tjiptono (2008: 157-168)
·       Penetapan Harga Berbasis Permintaan
Metode ini menekan factor-faktor yang mempengaruhi selera dan referensi pelanggan. Permintaan pelanggang didasarkan pada berbagai pertimbangan, diantara yaitu :
-        Kemampuan untuk membeli
-        Kemauan pelanggan untuk membeli
-        Posisi produk dalam gaya hidup pelanggan
-        Manfaat produk
-        Dll
·       Penetapan Harga Berbasis Biaya
Penentuan harga berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga dapat menutupi biaya-biaya langsung, biaya overhead dan laba.
·       Penetapan Harga Berbasis Laba
Dalam metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penetapan harga. Usaha ini dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi.
·       Penetapan Harga Bebasis Persaingan
Selain dari pertimbangan biaya, permintaan atau laba, harga juga ditetapkan berdasarkan persaingan, yaitu apa yang dilakukan oleh pesaing. Metode yang digunakan terdiri atas empat macam, yaitu : Costomary pricing, above, at, or below market pricing, loss leader pricing, dan sealed bid pricing.

e.      Terbentuknya Harga
Ibn Khaldun mengklasifikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi hukum permintaan dan penawaran, diantaranya; pertama, perbedaan antara kebutuhan manusia (primer dan sekunder); kedua, faktor perbedaan jumlah penduduk; ketiga, perbedaan kondisi pasar. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh dalam proses menentukan harga. Segala macam kebutuhan hidup manusia, baik yang pokok (primer) maupun yang pelengkap (sekunder) disediakan dalam suatu tempat yang dinamakan pasar. Apabila suatu kota memiliki kawasan yang luas dan jumlah penduduknya besar, maka harga kebutuhan pokok menjadi murah, sedangkan harga kebutuhan pelengkap menjadi mahal.

·       Perbedaan antara kebutuhan manusia (primer dan sekunder);
Terbentuknya harga ditentukan oleh perbedaan tingkat permintaan dan penawaran terhadap kebutuhan tersebut. Di daerah seperti ini, setiap orang berusaha mencukupi kebutuhan pokok untuk dirinya dan keluarganya dalam jangka waktu tertentu. Keadaan ini menimbulkan surplus besar yang melebihi tingkat kebutuhannya. Akibatnya kota tersebut mengalami kelebihan bahan kebutuhan pokok ini dalam skala luas juga dialami kota tersebut, sehingga harga terhadap kebutuhan pokok menurun (Ibn Khaldun, 1992:387). Sedangkan di kota-kota kecil yang sedikit jumlah penduduknya, bahan-bahan kebutuhan pokok mereka sangat sedikit stoknya. Karena mereka memiliki suplai kerja yang minim untuk mencukupi kebutuhan tersebut, yang disebabkan oleh kawasan daerah mereka yang kecil. Dengan kondisi demikian, mereka lebih banyak menghemat, menyimpan, bahkan memonopoli apa yang telah mereka miliki. Akibatnya barang tersebut menjadi sangat bernilai dan mahal harganya (Ibn Khaldun, 1992:388).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui, bahwa kondisi di kota yang memiliki surplus kelebihan bahan kebutuhan pokok menjadikan penawaran lebih besar daripada permintaan, sehingga menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok bagi kebutuhan sehari-hari menjadi murah. Sementara di kota kecil jumlah bahan kebutuhan pokok terbatas, yang menyebabkan setiap orang berusaha untuk menyimpan, bahkan memonopolinya. Sehingga menjadikan permintaan lebih besar dari pada penawaran yang menimbulkan harga kebutuhan pokok menjadi mahal. Apabila di daerah kota besar yang padat penduduknya telah menjadi makmur serta kesejahtaraannya meningkat, maka hidupnya akan dipenuhi dengan kemewahan yang mengiringi tingkat taraf hidupnya.
Dengan taraf hidup demikian akan meningkatkan tuntutan terhadap kebutuhan sekunder (kemewahan). Setiap orang berusaha membeli barang mewah tersebut menurut kesanggupannya. Keadaan demikian menimbulkan persediaan barang tidak bisa mencukupi permintaan. Sementara jumlah pembeli menjadi meningkat sekalipun persediaan barang sedikit. Akan tetapi orang-orang kaya akan tetap berani membayar tinggi, karena disebabkan kebutuhan mereka yang tinggi terhadap mewah tersebut.
Kondisi demikian akan menjadikan harga meningkat (mahal). Sementara yang terjadi di kota kecil yang sedikit jumlah penduduknya tidak banyak permintaan terhadap kebutuhan kemewahan, bahkan tidak terpikirkan olehnya. Karena perhatian mereka hanya terfokus untuk mencukupi kebutuhan pokok saja. Sehingga harga barang kebutuhan mewah menjadi sangat murah.

·       Perbedaan jumlah penduduk.
Perbedaan jumlah penduduk mempengaruhi kreatifitas produksi. Bila jumlah penduduk besar, maka produksi terhadap barang pun banyak, yang membuat banyaknya penawaran. Keadaan demikian dapat memenuhi permintaan dan bahkan melebihinya.
Besarnya penduduk yang bermukim di suatu kota akan meningkatkan kreatifitas kerja mereka, di samping itu pada saat yang sama juga terjadi permintaan yang besar terhadap barang-barang keperluan penduduk lainnya (Ibn Khaldun I, 1992:389-390). Keseimbangan antara besarnya persediaan barang dari hasil produksi dengan banyaknya permintaan melalui konsumsi, sebenarnya akan mempercepat perputaran barang yang dalam keadaan tertentu apabila kondisi ini berjalan normal cenderung akan meningkatkan perekonomian. Situasi demikian akan memajukan tingkat peradaban, yang ditandai aneka macam produksi hasil industri. Apabila tingkat kehidupan semakin maju dan kemewahan semakin meluas, maka penggunaan industri benar-benar akan tumbuh dengan nyata. Hal ini bisa terjadi hanya di kota-kota besar yang jumlah penduduknya besar.
Besarnya jumlah penduduklah yang sebenarnya mendorong tumbuhnya industri yang memproduksi barang-barang mewah. Apabila suatu indutri telah berkembang pesat dan banyak barang yang diproduksinya, maka pasar-pasar akan dipenuhi hasil industri tersebut. Hal ini mendorong orang-orang untuk berupaya mempelajari untuk dijadikan sebagai penghidupan mereka. Aneka macam produksi sangat berpengaruh terhadap nilai, yang kesemuanya terformulasikan dalam hukum penawaran dan permintaan. Nilai kemanfaatan (suatu barang) yang menggerakkan permintaan.
Di samping itu, kerja juga tunduk dan mengikuti hukum penawaran dan permintaan. Oleh karena itu produktifitas kerja akan meningkat pada waktu terjadi peningkatan permintaan. Dengan demikian, tidaklah aneh bila upah di kota-kota yang maju sangat tinggi. Ini terjadi karena peringkat kehidupan yang lebih tinggi serta tingkat konsumsi yang lebih besar. Lebih jauh lagi pada waktu permintaan besar, maka jumlah kerja yang diminta pun meningkat (Al-Khudairi, 1987:132).
Menurut Ibn Khaldun, barang-barang hasil industri dan tingkat upah buruh mahal di daerah yang makmur disebabkan tiga hal, yaitu: pertama, besarnya permintaan terhadap kebutuhan tersebut, karena meningkatnya taraf kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat di daerah yang padat penduduknya; kedua, gampangnya orang mencari penghidupan, dan banyaknya bahan makanan di kota-kota yang menyebabkan tukang-tukang (buruh) tidak mau menerima bayaran rendah bagi pekerjaan dan pelayanannya; ketiga, banyaknya orang kaya yang membutuhkan tenaga buruh dan tukang juga besar. Kondisi ini menimbulkan persaingan untuk mendapatkan tenaga pelayanan dan pekerjaan dan berani membayar mereka lebih dari nilai pekerjaannya. Ini menjadikan kedudukan para tukang, pekerja, dan orang yang mempunyai keahlian, serta berpengaruh terhadap peningkatan nilai pekerjaannya. Sebaliknya, di kota-kota kecil yang sedikit jumlah penduduknya, keadaannya tidak seperti dengan di kota-kota besar yang padat penduduknya. Kecilnya jumlah penduduk mempengaruhi minimnya tingkat kreatifitas produksi terhadap barang. Hal ini disebabkan kecilnya permintaan akan barang-barang industri yang memproduksi barang mewah.
Dengan minimnya kreatifitas kerja akan menimbulkan sedikitnya penawaran barang-barang yang beredar. Keadaan semacam ini menyebabkan sirkulasi kehidupan kurang berkembang dan sekaligus menghambat kemajuan peradaban. Sehingga di kota-kota kecil jarang terdapat industri-industri, kecuali industri yang sederhana. Sedikitnya jumlah industri di kota-kota kecil menunjukkan, bahwa industri di daerah semacam itu kurang dibutuhkan, sehingga produksinya pun menurun. Keadaan demikian menjadikan orang-orang tidak banyak yang tertarik untuk mempelajarinya, sehingga tidak berkembang, bahkan berhenti.



·       Perbedaan kondisi pasar.
Sudah menjadi kebiasaan bagi para pedagang dalam menjalankan profesinya membawa barang dagangannya dari suatu tempat penjualan (pasar) yang satu ke tempat lainnya, yang sekiranya membutuhkan barang dagangan yang dimilikinya. Perbedaan kondisi antara pasar yang satu dengan pasar yang lainnya sangat berpengaruh terhadap hukum penawaran dan permintaan (sekaligus terhadap harga).
Apabila seorang pedagang dalam melakukan aktifitas bisnisnya menempuh perjalanan yang jauh dan banyak rintangannya untuk sampai ke pasar yang dituju, maka pedagang tersebut akan mendapat keuntungan yang besar. Kondisi demikian menjadikan barang yang ditransportasikan jumlahnya amat sedikit dan jarang, karena lokasi pasar yang dituju sangat jauh dan kondisinya penuh dengan bahaya. Oleh sebab itu sangatlah jarang para pedagang yang berani menuju pasar tersebut. Dengan demikian, persediaan barang menjadi sedikit dan jarang, sehingga harganya otomatis akan meningkat (mahal). Sebaliknya, jika lokasi pasar yang dituju jaraknya dekat dan kondisinya aman, maka barang-barang kebutuhan akan banyak didapatkan di pasaran. Hal ini menjadikan banyak pedagang berdatangan untuk menawarkan barangnya. Keadaan demikian menjadikan harga barang turun (Ibn Khaldun I, 1992:422- 423).

B.    Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga adalah menaikkan laba dengan cara menjual barang yang sama dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda atas dasar alasan yang tidak berkaitan dengan biaya. Diskriminasi harga terjadi saat produsen memberlakukan harga yang sama karena alasan yang tidak ada kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak semua perbedaan harga mencerminkan diskriminasi harga.
Tujuan utama pelaku usaha melakukan diskriminasi harga yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih tinggi tersebut diperoleh dengan cara merebut surplus konsumen. Surplus konsumen adalah selisih harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen dengan harga yang benar-benar dibayar oleh konsumen.
Diskriminasi harga / price discrimination didasari adanya kenyataan bahwa konsumen sebenarnya bersedia untuk membayar lebih tinggi, maka perusahaan akan berusaha merebut surplus konsumen tersebut dengan cara melakukan diskriminasi harga.

a)     Syarat-syarat terjadinya diskriminasi harga :
1.          Jika monopolis mampu memisah-misahkan pasar.
Apabila monopolis dapat memisah-misahkan pasar, maka para konsumen akan membeli di pasar yang memiliki harga rendah, yang lama kelamaan akan menaikkan harga dan menjualnya di pasar yang memiliki harga tinggi, yang selanjutnya akan menurunkan harga. Sehingga harga dalam kedua pasar tersebut menjadi sama.
2.          Elastisitas permintaan pada setiap tingkat harga harus berbeda di antara kedua pasar supaya diskriminasi harga tersebut menguntungkan.

b)     Jenis – jenis diskriminasi harga adalah sebagai berikut :
1.          Diskriminasi harga derajat 1
Diskriminasi harga derajat 1 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price (Willingness To Pay) masing-masing konsumen dibedakan pada kemampuan daya beli masing-masing konsumen. Contoh: seorang dokter memberlakukan tarif konsultasi yang berbeda-beda pada setiap pasiennya. Diskriminasi harga derajat 1 juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji pada gambar 1.


Gambar 2. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 1

Pada gambar 2 menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat 1. Pada grafik tersebut terdapat hubungan antara P (harga) dan Q (output) yang dimisalkan harga terdapat P1, P2 dan P3 dan output terdapat Q1, Q2 dan Q3. Pada grafik terlihat apabila P tinggi maka Q rendah. Hal ini apabila dikaitkan pada kemampuan daya beli konsumen berarti apabila produsen menawarkan harga yang tinggi maka terdapat sedikit konsumen yang akan membeli produk tersebut. Dan begitu sebaliknya, apabila produsen menawarkan harga yang rendah maka terdapat banyak konsumen yang dapat membeli barang tersebut. Jadi, dalam hal ini perusahaan harus mengetahui kemampuan daya beli pada masing-masing konsumen.
Diskriminasi harga derajat 1 dapat merugikan konsumen karena terdapat surplus konsumen yang diterima oleh produsen, biaya yang harusnya diterima oleh konsumen namun menjadi milik produser. Diskriminasi harga derajat 1 juga disebut perfect price discrimination karena memperoleh surplus konsumen paling besar.

2.          Diskriminasi harga derajat 2
Diskriminasi harga derajat 2 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda pada jumlah batch atau lot produk yang dijual. Diskriminasi harga ini dilakukan karena perusahaan tidak memiliki informasi mengenai reservation price konsumen. Contoh: perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran, pembeli yang membeli mie instan 1 bungkus dan 1 kardus akan berbeda harganya. Diskriminasi harga derajat 2 juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji pada gambar 3.

Pada gambar 3 di atas menjelaskan tentang diskriminasi harga derajat 2. Pada grafik tersebut pelaku usaha menetapkan harga (P1, P2 dan P3) berdasarkan jumlah konsumsi.
Kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen karena jumlah output bertambah dan harga jual semakin murah. Hal ini dikarenakan pelaku usaha menggunakan sistem perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran. Harga eceran lebih tinggi dari pada harga per pak, sehingga konsumen lebih baik membeli barang langsung per pak dari pada membeli barang eceran.

3.          Diskriminasi harga derajat 3

Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok konsumen. Diskriminasi harga derajat 3 dilakukan karena perusahaan tidak mengetahui reservation price masing-masing konsumen, tapi mengetahui reservation price kelompok konsumen.Kelompok konsumen dapat dibedakan atas lokasi, geografis, maupun karakteristik konsumen seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain-lain.Contoh: barang yang dijual di pedesaan dan di perkotaan akan berbeda harganya. Diskriminasi harga derajat 3 juga dijelaskan kedalam grafik yang tersaji pada gambar 3. 
AC
MR
QA
MR
DB
QB
MR
QT
Gambar 4. Grafik Diskriminasi Harga Derajat 3
Pada gambar 4 di atas menjelaskan tentang grafik diskriminasi harga derajat 3. Diskriminasi harga ditetapkan berdasarkan perbedaan elastisitas harga. Permintaan yang lebih inelastis dikenakan harga yang lebih tinggi.
Contoh dari diskriminasi harga adalah pelayanan dokter dan tiket pesawat terbang. Pada prakteknya dokter tidak menerapkan beban biaya yang sama kepada setiap pasien nya. Jika si dokter mengetahui bahwa tingkat ekonomi pasien lemah, dokter bisa meminimalkan biaya bahkan bisa menggratiskan biaya. Harga yang ditetapkan untuk pasien yang mampu secara ekonomi dapat dikenakan tarif. Biaya yang dikeluarkan oleh dokter untuk menangani setiap pasien sama. Tetapi karena mempertimbangkan kemampuan ekonomi pasien, dokter tidak menerapkan beban biaya yang sama kepada setiap pasiennya.
Tiket pesawat pun memakai konsep diskriminasi harga derajat 3. Harga Tiket Pesawat Lion Air dari Jakarta menuju Banda Aceh kelas ekonomi berangkat tanggal 5 Juli 2016 pukul 10.10 jika dipesan tanggal 27  Juni 2016, harga tiketnya adalah Rp. 800.000,00. Sedangkan jika dipesan pada hari H yaitu tanggal 5 Juli 2016 (pesawat yang sama) harganya menjadi Rp. 1.400.000,00 sampai dengan 1.600,000.00,-. Kenaikan harganya hampir 50%. Dalam satu pesawat yang sama kemungkinan setiap orang membayar berbeda untuk harga tiket pesawatnya, padahal biaya yang dikeluarkan produsen untuk setiap konsumen sama (Serambi Indonesia:1 Juli 2016). Inilah contoh-contoh kasus diskriminasi harga derajat 3, ketika perbedaan harga dibedakan berdasarkan daya beli setiap konsumen.

C.    Penentuan Harga Dalam Pandangan Islam
Setelah perpindahan (hijrah) Rasulullah SAW ke Madinah, maka beliau menjadi pengawas pasar (muhtasib). Pada saat itu, mekanisme pasar sangat dihargai. Salah satu buktinya yaitu Rasulullah SAW menolak untuk membuat kebijakan dalam penetapan harga, pada saat itu harga sedang naik karena dorongan permintaan dan penawaran yang dialami. Bukti autentik tentang hal ini adalah suatu hadis yang diriwayatkan oleh enam Imam Hadis (kecuali Imam Nasa’i). Dalam hadis tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
قال النّاسُ يا رسول اللهِ غلاَ السِّعرُ فسعِّرْ لناَ. فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم
"إنَّ الله هو المسعِّرُ الخالق القابِضُ الباسط الرَّازق و إني لأرجُوا أنْ ألقَى الله وليس أحدٌ منكم يُطالبُني بمظْلمةٍ في دمٍ ولا مالٍ" .

“Manusia berkata saat itu, ‘Wahai Rasulullah harga (saat itu) naik, maka tentukanlah harga untuk kami’. Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya Allah adalah penentu harga, Ia adalah penahan, Pencurah, serta Pemberi rezeki. Sesungguhnya aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku diantara salah seorang di antara kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta.” 

Nabi tidak menetapkan harga jual, dengan alasan bahwa dengan menetapkan harga akan mengakibatkan kezaliman, sedangkan zalim adalah haram. Karena jika harga yang ditetapkan terlalu mahal, maka akan menzalimi pembeli; dan jika harga yang ditetapkan terlalu rendah, maka akan menzalimi penjual. (Muhammad Sharif Chaudhry: 2012:135)
Hukum asal yaitu tidak ada penetapan harga (al-tas’ir), dan ini merupakan kesepakatan para ahli fikih. Imam Hambali dan Imam Syafi’i melarang untuk menetapkan harga karena akan menyusahkan masyarakat sedangkan Imam Maliki dan Hanafi memperbolehkan penetapan harga untuk barang-barang sekunder.
Mekanisme penentuan harga dalam Islam sesuai dengan Maqashid al-Syariah, yaitu merealisasikan kemaslahatan dan menghindari kerusakan di antara manusia. Seandainya Rasulullah saat itu langsung menetapkan harga, maka akan kontradiktif dengan mekanisme pasar. Akan tetapi pada situasi tertentu, dengan dalih Maqashid al-Syariah, penentuan harga menjadi suatu keharusan dengan alasan menegakkan kemaslahatan manusia dengan memerangi distorsi pasar (memerangi mafsadah atau kerusakan yang terjadi di lapangan).
Dalam konsep Islam, yang paling prinsip adalah harga ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran. Keseimbangan ini terjadi bila antara penjual dan pembeli bersikap saling merelakan. Kerelaan ini ditentukan oleh penjual dan pembeli dalam mempertahankan barang tersebut. Jadi, harga ditentukan oleh kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli, dan kemampuan pembeli untuk mendapatkan harga barang tersebut dari penjual.
Akan tetapi apabila para pedagang sudah menaikkan harga di atas batas kewajaran, mereka itu telah berbuat zalim dan sangat membahayakan umat manusia,maka seorang penguasa (Pemerintah) harus campur tangan dalam menangani persoalan tersebut dengan cara menetapkan harga standar (Muhammad Sharif Chaudhry: 2012). Dengan maksud untuk melindungi hak-hak milik orang lain.mencegah terjadinya penimbunan barang dan menghindari dari kecurangan para pedagang. Inilah yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Kattab. (Lukman Hakim, 2012:169-170)
Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.     Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom contract). Hal ini sesuai dengan al-Qur’an Surat an- Nisa’ ayat 29 yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS: An-Nisa’: 29)
2.     Berdasarkan persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli setiap barang yang penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
3.     Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
4.     Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.



BAB III
SIMPULAN DAN PENUTUP

A.         Kesimpulan
Harga adalah satuan moneter yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan dan mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya. Penetapan harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal meliputi tujuan pemasaran perusahaan, strategi bauran pemasaran, biaya, dan metode penetapan harga.” Faktor eksternal meliputi sifat pasar dan permintaan, persaingan, dan elemen lingkungan yang lain. Ibn Khaldun mengklasifikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi hukum permintaan dan penawaran, diantaranya; pertama, perbedaan antara kebutuhan manusia (primer dan sekunder); kedua, faktor perbedaan jumlah penduduk; ketiga, perbedaan kondisi pasar.
Dalam fiqih Islam dikenal dua istilah berbeda mengenai harga suatu barang, yaitu as-ṣaman dan as-si’r. As-ṣaman adalah patokan harga suatu barang, sedangkan as-si’r adalah harga yang berlaku secara aktual di dalam pasar. Ulama fiqih membagi as-si’r menjadi dua macam. Pertama, harga yang berlaku secara alami, tanpa campur tangan pemerintah. Dalam hal ini, pedagang bebas menjual barang dengan harga yang wajar, dengan mempertimbangkan keuntungannya. Pemerintah, dalam harga yang berlaku secara alami, tidak boleh campur tangan, karena campur tangan pemerintah dalam kasus ini dapat membatasi kebebasan dan merugikan hak para pedagang ataupun produsen. Kedua, harga suatu komoditas yang ditetapkan pemerintah setelah mempertimbangkan modal dan keuntungan wajar bagi pedagang maupun produsen serta melihat keadaan ekonomi yang riil dan daya beli masyarakat. Penetapan harga pemerintah dalam pemerintah ini disebut dengan at-tas’īr al-jabbari.
Diskriminasi harga adalah menaikkan laba dengan cara menjual barang yang sama dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda atas dasar alasan yang tidak berkaitan dengan biaya. Diskriminasi harga terjadi saat produsen memberlakukan harga yang sama karena alasan yang tidak ada kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak semua perbedaan harga mencerminkan diskriminasi harga. Syarat-syarat terjadinya diskriminasi harga: Jika monopolis mampu memisah-misahkan pasar dan elastisitas permintaan pada setiap tingkat harga harus berbeda di antara kedua pasar supaya diskriminasi harga tersebut menguntungkan. Diskriminasi harga dibedakan menjadi 3 tingkat.
1.       Diskriminasi harga tingkat pertama menguntungkan konsumen maupun produsen, tetapi dengan 1 syarat, produsen mengetahui kemampuan konsumen sehingga mampu memberikan diskriminasi harga tepat sasaran.
2.       Diskriminasi harga tingkat kedua memberikan keuntungan dari perbedaan pembelian secara partai maupun eceran. Dengan melihat kebutuhan, konsumen dapat memilih keuntungan dari pembelian partai maupun eceran
3.       Diskriminasi harga tingkat ketiga memberlakukan perbedaan harga berdasarkan daya beli sekelompok konsumen. Produsen harus memperkirakan dengan tepat kemampuan sekelompok konsumen agar strategi diskriminasi harga tepat sasaran.
Informasi daya beli konsumen dan sekelompok konsumen adalah data yang harus dimiliki produsen ketika ingin menerapkan strategi diskriminasi harga.

B.     Penutup
Dengan mengucapkan Alhamdulillah penulis telah mengakhiri penulisan makalah ini. Sebagai manusia biasa tentunya dalam penulisan ini masih banyak hal-hal yang belum terpenuhi, baik dari segi bahasa, penyusunan kalimat, dan hal yang lainnya. Namun demikian penulis telah berupaya semaksimal mungkin demi terselesaikannya makalah ini dan agar mendapat hasil sebaik mungkin, tetapi kemampuan yang penulis miliki sangatlah terbatas. Oleh karena itu untuk kesempurnaan karya yang sederhana ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi keberhasilan karya penulis di masa mendatang.
Akhirnya penulis ucapkan terimakasih dan semoga Allah SWT. selalu memberkahi pembelajaran kita, khususnya untuk bapak Dr. Sabri Abdul Majid sebagai perbendaharaan ilmu dan penambah wawasan kita dalam pembelajaran Ekonomi Mikro dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan pada umumnya semua pihak yang berkenan membaca makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Baali, Fuad dan Wardi, Ali. 1989. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Penterj. Mansuruddin dan Ahmadie Thaha. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Bedjaoni, Mohammad. 1985. Menuju Tata Ekonomi Dunia Baru. penterj. Suryatim, Jakarta: Gunung Agung.

Chandrawulan, Huala Adolf A. 1995. Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Djojodipuro, Marsudi. 1991. Teori Harga. Jakarta: Fakultas ekonomi Universitas Indonesia.

Fandy Tjiptono. 2008. Strategi Pemasaran. Edisi III, Yoqyakarta: CV. Andi Offset.

Glassburner, Bruce dan Chandra, Aditiawan. 1988. Teori Kebijaksanaan Ekonomi Makro. Jakarta: LP3ES.

Hirshleifer, Jack. 1985. Teori Harga dan Penerapannya. Jakarta: Penerbit Airlangga.

Ika Yunia Fauzia,  2014.  Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah, Jakarta: Penerbit Kencana Prenadamedia Grup.

Islahi, Ahmad Azim. 1988. Economic Concept of Ibnu Taimiyah. Leicester: The Islamic Foundation.

Jose’  Rizal Joesoef. 2008, Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing. Jakarta: Salemba Empat

Lewis, Bernand. 1971. The Encyclopedia of Islam III. Leiden: E.J. Brill.
Lukman Hakim, 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Surakarta: Penerbit Erlangga

Majmu‘ Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah XXVIII.
Mannan, M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Penterj. M. Nastangin. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Marshal Green, 1997. The Economic Theory, terj.Ariswanto, Buku Pintar Teori  Ekonomic Jakarta, Aribu Matra Mandiri

Muhammad Sharif Chaudhry. 2012. Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mustafa Edwin Nasution, dkk. 2006.  Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta : Kencana.

Najmudin, 2011. Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern, Yoqyakarta : CV. Andi Offset

Qardhawi, Yusuf. 1997. Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam. Pentrj. Didin Hafidhuddin dkk. Jakarta: Robbani Press.

Riyadh: Matabi‘ar-Riyad. Al-Khudhairi, Zainab. 1987. Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, penterj. Ahmad Rofi’ Utsmani. Bandung: Penerbit Pustaka.

Sabiq, Sayyid. 1990. Fiqih Sunnah III. Kairo: Dar al-Fath li ‘Alam al-‘Arabi.

Samuelson, A.Paul dan Nordhaus, William D. 1989. Ekonomi I. Penterj. A. Jaka Warsana. Jakarta: Penerbit Airlangga.

Siti Nur Fatoni, 2014 Pengantar Ilmu Ekonomi Dilengkapi Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Bandung: Pustaka Setia

Surakhmad, Winarto. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metodik teknik). Bandung

Sueharno, 2007. Teori Ekonomi Mikro, Yoqyakarta :CV, Andi Offset.

Sueharsono Sagir. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, Jakarta:Kecana

Winardi. 1990. Pengantar Ekonomi Mikro: Teori Harga. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

No comments:

Post a Comment